A N D A I
Oleh : Muhasuh
Judul di atas bukanlah penggalan lagu Iwan Fals “Ijinkan Aku Menyayangimu”, namun sebuah renungan dalam menghadapi pergantian tahun baru hijriyah yang tidak beberapa lama lagi akan kita masuki. Andai dalam judul tulisan ini bukanlah Berandai/ “berkhayal” yang memang seorang muslim dilarang untuk berandai-andai/ berkhyal. Disisi lain Rasul menyatakan dalam salah satu sabdanya: “ANDAI kalian melihat apa yang aku lihat, niscaya kalian banyak menangis dan sedikit tertawa”. ANDAI…
Ditengah kondisi dimana islam dan ummat islam menjadi “sasaran tembak” dari berbagai penjuru, yang menyebabkan ruang gerak dakwah seakan makin menjepit, dan ketika sebagian “ummat” mempermasalahkan wahyu Ilahi yang dianggap memicu kemarahan ummat lain kepada Islam. Dan ketika “akal” sudah diangap sebagai filter dari wahyu Ilahi atau ketika akal sudah di “DEWA” kan, ada baiknya kita ber”ANDAI” masuk kedalam masa lalu dengan menggunakan LORONG WAKTU untuk melihat langsung kehidupan beberapa NABI dan kita menjadi bagian dari ummat dimana Nabi-Nabi tersebut diutus. Para Nabi yang perjuangannya selama ini hanya kita baca melalui buku, kita dengar melalui mimbar-mimbar yang menyebabkan kita bersimpati dan berempati karenanya, kini kita terlibat didalamnya dengan pemahaman tentang Nabi-Nabi tersebut dari titik Nol. …….
Marilah kita masuk ke Lorong waktu menuju kehidupan Nabi NUH, ketika ia (berencana) membuat kapal di tengah-tengah perbukitan, dan kita adalah orang yang pertama kali mengetahuinya. Apa yang akan kita lakukan? Apa yang akan kita katakan? Baiklah kita buat ilustrasi dialog antara kita dan Nabi Nuh berikut ini.
KITA : ”Apa yang sedang kau perbuat ditengah lembah wahai orang tua”
NUH : ”Saya sedang membuat kapal”
KITA : “KAPAL!????” KAPAL apa??
NUH : ”Kapal Laut”
KITA : ”Wahai Orang tua, sadarkah kau bahwa ini daerah perbukitan?”
”Sadarkah kau wahai orang tua bahwa air tidak akan sampai ke perbukitan ini?” Kalau kau mau membuat kapal buatlah kapal ditepi pantai, agar kau dengan mudah melayarkannya.
NUH : Tapi aku mendapat perintah untuk membuat Kapal disini.
KITA : Siapa yang memerintahkanmu wahai orang tua?
NUH : ALLAH
KITA : ”iya, namun Allah tidak membebani manusia melainkan sekedar kemampuan manusia itu sendiri. Dan menurut pengetahuanku engkau tidak akan mampu diberi beban seperti itu. Lagi pula menurut akal sehatku kau hanya mengada-ada. Dan kalau penduduk sekitar sini mengetahui rencanamu niscaya mereka akan mengatakan kau GILA atau kurang waras”
Disaat dialog dengan NUH makin panas, maka datanglah penduduk sekitar dan bertanya kepada NUH.
PDDK : Sedang apa kau wahai NUH. ?
NUH : Aku sedang membuat kapal sesuai perintah Tuhanku
PDDK : HAHAHAHAHAHAHAHAHA, makin GILA saja kau Nuh.
KITA : Bukankah sudah kukatakan wahai orang tua, apa yang kau lakukan menunjukkan bahwa kau ”STRESS BERAT”. Sadarlah kau, gunakan otakmu, jangan kau terima mentah-mentah Firman Allah. Kaji dulu sesuai tidak dengan akal fikiranmu. Kalau sesuai laksanakanlah dan kalau tidak kau carilah jalan lain.
NUH : Aku akan menelan mentah-mentah Firman Allah, apapun risiko yang aku hadapi.
Selang berapa lama setelah kapal itu selesai dibuat, maka turunlah hujan dengan lebatnya yang diiringi dengan halilintar dan guntur silih berganti selama beberapa waktu yang mengakibatkan rumah penduduk tenggelam dan air terus merambah mendekati kaki bukit dan terus menuju tempat dimana kapal Nuh dibuat dan akirnya air itu membawa kapal Nuh Berlayar. Ketika itulah kita tersadar bahwa akal kita bukanlah Filter bagi Wahyu Ilahi. Belum sempat kita berfikir lebih jauh lagi, Lorong Waktu telah membawa KITA ke masa Nabi Shalih yang ketika itu sedang melakukan pembagian air antara UNTA Nabi Shaleih dan Penduduk. Maka terjadilah dialog singkat antara KITA dengan Nabi Shalih.
KITA : Wahai Orang Tua, apa yang kau lakukan antara UNTA Mu dan penduduk?
Shalih : Aku sedang mengadakan perjanjian untuk membagi waktu untuk memanfaatkan air di sumur ini antara unta ini dan penduduk.
KITA : Maksudnya bagaimana?
Shalih : Unta minum disumur ini untuk waktu (hari) tertentu dan ketika itu penduduk tidak diperkenankan untuk mengambil air. Demikian juga ketika Penduduk sedang mengambil air disumur ini, maka unta itu tidak boleh minum disumur ini.
KITA : Siapa yang menyuruhmu berbuat demikian wahai orang tua?
Shalih : Allah!
KITA : Bukankah Firman Allah diperuntukkan bagi kemashlahatan manusia?
Shalih : Benar!
KITA : Tapi mengapa kau biarkan manusia kehausan untuk waktu tertentu. Kenapa kau mengorbankan banyak manusia hanya demi seekor binatang? Picik sekali fikiranmu wahai orang Tua.
Shalih : Demikianlah Perintah Allah kepadaku dan aku tidak berfikir yang lain perihal perintah Allah ini selain apa yang harus aku kerjakan.
KITA : Walaupun itu perintah Allah, bukankah perintah itu haruslah demi kemashlahatan ummat manusia bukannya dengan mengorbankan kepentingan manusia HANYA demi seekor binatang.
Ditengah diskusi yang makin memanas tiba-tiba terdengar berita bahwa Binatang itu telah dibunuh. Selang beberapa hari bencana menimpa penduduk setempat dan belum sempat bencana itu menimpa kita, Lorong Waktu telah membawa kita ke zaman yang lain, yaitu zaman Nabi Ibrahim ketika perintah Qurban turun kepadanya.
Disaat Nabi Ibrahim sedang membawa Putranya untuk di Kurbankan, KITA menghentikan langkah Ibrahim dan terjadilah dialog seperti dibawah ini.
KITA : Wahai orang tua, apa yang akan kau lakukan dengan Putramu itu?
Ibrahim : aku akan membawanya ke tanah lapang.
KITA : untuk apa kau bawa ke tanah lapang?
Ibrahim : aku mengorbankan putraku demi lebih bertaqarub padaNya.
KITA : maksudnya apa?
Ibrahim : aku akan menyembelih putraku atas perintah Tuhanku.
KITA : Gila kau orang Tua. Mana mungkin Tuhan akan menyuruh seseorang untuk membunuh anaknya demi bertaqarub padaNya.
Ibrahim : Demikianlah titah Tuhanku dalam beberapa kali mimpiku. Dan aku tidak akan bertanya kenapa? Aku hanya akan melaksanakan perintahNya. Apapun itu
KITA : Mimpi??? Hahahahahaha!Wahai orang tua mimpi itu adalah bunga tidur. Lagipula anakmu punya hak untuk tetap hidup. Ingatlah bahwa membunuh seorang manusia sama artinya membunuh semua manusia dan itu adalah dosa besar. Intinya engkau wahai orang tua telah melakukan ke zaliman yang amat sangat!
Karena KITA dianggap menghalangi Ibrahim untuk melaksanakan perintah Tuhannya, maka Ibrahim mengambil kerikil dan melemparkannya ke arah kita. Belum sempat kerikil itu mengenai tubuh KITA, Lorong waktu telah membawa KITA ke zaman Nabi Muhammad ketika beliau mempersunting Zainab. Dan KITA ada ditengah-tengah para shahabat yang berkerumun. Terjadilah dialog dengan shahabat yang tidak kita kenal (FULAN).
KITA : Apa yang terjadi wahai Fulan?
FULAN : Pernikahan Muhammad dengan Zainab
KITA : Siapakah Zainab itu wahai FULAN?
FULAN : Zainab itu mantan Istri Zaid.
KITA : Siapakah Zaid itu wahai FULAN?
FULAN : Zaid itu anak angkat Muhammad
KITA : APA!!! Anak angkat?
Fulan : Benar, anak angkat beliau.
KITA : Apa tidak ada wanita lain selain mantan istri anak angkatnya? Apa kata orang nanti? Atau jangan-jangan selama ini beliau sudah mengincarnya? Atau jangan-jangan beliaulah penyebab perceraian Zaid dan Zainab?
FULAN : Ini (pernikahan) perintah Allah. Dan beliau adalah oran yang tidak pernah berfikir lain selain menjalankan perintah Allah.
KITA : Tapi apakah beliau tidak malu dengan orang sekelilingnya? Masa istri mantan anak angkatnya di nikahi. Nanti akan jadi omongan diseluruh negeri, Bapak mengawini istri mantan anak angkatnya. Seperti tidak ada wanita lain (sambil bergumam)
Mendengar hal itu si FULAN agak berang dan menasehati KITA. Belum selesai nasehat itu kita terima, Lorong Waktu teleh menyedot kita masuk kezaman kita kembali.
Sesampainya di masa dimana kita hidup, kita berfikir dan merenung tentang perjalanan kita. ANDAI saja kita hidup dizaman mereka, barangkali kita menjadi penentang-penantang ajaran beliau, penentang firman Allah yang utama, dan barangkali kita akan mengambil posisi yang populis yang tentu saja membuat kita menjadi manusia yang merugi.
Ah disaat wahyu-wahyu Allah diotak-atik oleh otak manusia yang memang memiliki keterbatasan, dimanakah posisi kita? Disaat akal sudah kita jadikan Filter terhadap wahyu Allah, maka yang benar menurut kita benar jugalah Firman Allah, dan yang tidak sesuai dengan akal kita, ayat-ayat Allah perlu kita tafsirkan ulang, bisa saja firman Allah sudah tidak sesuai dengan masa kita hidup. Kalau demikian jadilah KIBLAT mengikuti posisi berdiri kita, bukan posisi berdiri kita mengikuti arah kiblat dalam shalat.
Bagaimana seandainya Peristiwa pernikahan Nabi dengan Zainab dilakukan oleh tokoh Muslim saat ini. Wallahu A’lam. Pernikahan ke-dua tokoh MQ saja membuat dinding-dinding istana bergetar, apalagi kalau kasus seperti Nabi dan Zainab terjadi, mungkin dinding istana akan hancur.
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata (QS 33:36)
(Rindu ini tak tertahankan, untuk luruh dalam genggaman-MU) EGA