Friday, December 29, 2006

POTRET

Oleh : Muhasuh


Dimana kita simpan potret mereka?
Atau jangan-jangan
kita sudah tidak memiliki lagi
potret kehidupan mereka?



Memasuki bulan Zulhijjah ini, Tanah Arab khususnya Makkah dan Madinah menjadi ramai didatangi oleh jutaan ummat islam yang hendak mengikuti napak tilas perjalanan sebuah eluarga yang menjadi idaman mereka yaitu keluarga Ibrahim dan Hajjar A.S. Keluarga ini diabadikan sedemikian rupa oleh Alloh SWT sebagai sebuah potret kehidupan yang memang pernah terjadi dijagat raya ini. Potret kehidupan ini senantiasa diafdruk kembali tiap tahun sebagai cerminan agar diamati oleh mereka yang hendak menjalani kehidupan di mayapada ini.
Layaknya sebuah potret yang terbingkai, potret kehidupan mereka hanya menggantung dalam awang-awang pemikiran dan lisan kita, ia belum menjadi sebuah realita dalam kehidupan kita sendiri, ia merupakan sesuatu yang asing bagi kita. Kita hanya dapat berbicara tentang keelokan potret sang tokoh tanpa pernah (berusaha) berbicara tentang potret kehidupan kita sendiri. Mungkin kita malu berbicara tentang potret kehidupan kita yang banyak noda-nodanya atau mungkin juga kita puas atas potret mereka yang bakal laris manakala kita jual kepada sesama kita. Yach mungkin kita hanya mempunyai kemampuan sebagai penjual potret kehidupan mereka! Menjual potret kehidupan kita sendiri? Mungkinkah kita berani menjual potret kita atau adakah orang yang tertarik dan membelinya?

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun inipun diseantero mayapada orang mulai ramai mencari untuk mendapatkan potret mereka, atau berusaha mendengar di mimbar-mimbar dan membaca tentang potret kehidupan mereka yang memang selama ini kita senantiasa tak peduli terhadap potret mereka, sehingga kita lupa dimana kita simpan potret mereka? atau jangan-jangan kita sudah tak memiliki lagi potret kehidupan mereka?

Lihatlah potret masyarakat kita yang ketika bulan haji mendekat, banyak melaksanakan pernikahan. Yang katanya bulan afdhol dan untuk mencontoh keluarga Ibrahim. Lihat dan lihatlah berkali-kali potret ini, jangankan mencontoh potret keluarga Ibrahim, motivasi dan pelaksanaan pernikahanpun tidak sesuai dan sejalan dengan nilai-nilai yang Ibrahim ajarkan. Yang pada akhirnya menghasilkan potret yang tidak sedap dipandang mata. Lihatlah potret tersebut, bahkan mereka tak segan-segan memasukkan potret-potret Yahudi atau Nashrani atau tradisi dalam pelaksanaan pernikahan tersebut yang kesemuanya tidak sesuai dan tidak pas dengan Potret Nabi Ibrahim.

Berbeda dengan potret yang ada ditengah-tengah masyarakat kita yang tanpa memiliki paduan warna yang harmonis, maka potret keluarga Ibrahim memiliki harmonisasi warna yang sedap dipandang mata. Potret mereka adalah potret yang didalamnya penuh dengan warna-warna. Warna-warna inilah yang mesti ditangkap oleh kita yang hendak mengikuti nafak tilas kehidupan mereka. Manakala kita tak mampu mendefinisikan warna-warna tersebut maka kita akan terjebak pada kehidupan semu didunia ini, dan pada akhirnya kita tak dapat lagi mengetahui jati diri kita.

Kalaulah hari ini kita sibuk membuka album untuk melihat berbagai macam potret yang ada di dalamnya, maka sudah selayaknyalah potret mereka harus kita amati secara lebih jelas, sehingga kita akan mendapatkan gambaran yang lebih sempurna dalam menterjemahkan warna-warna yang ada di dalamnya.

Bila lebih jauh kita amati dalam potret tersebut, kita akan menemukan bahwa warna-warna itu hidup dan masih relevan untuk dibicarakan, diangkat, dan diterapkan dalam kehidupan kita.
Lihatlah potret-potret mereka dalam album hati kita, niscaya kita akan mendapati sesuatu yang berharga. Lihatlah Hajar, lihatlah Ismail, dan lihatlah Ibrahim. Lihat dan pandangilah dengan seksama potret-potret mereka.

Pandangilah potret Hajjar ketika ia harus berjuang seorang diri ditengah padang pasir yang gersang. Terik matahari tak dihiraukannya. adakah ia ragu atau mengeluh?
Pandangilah potret Ismail ketika pedang ayahnya mengayun ke tengkuknya, bukan kengerian yang tergambar di wajahnya tapi senyum kepuasan yang ada, adakah ia ragu atau menyesal dilahirkan sebagai seorang anak?

Pandangilah Ibrahim ketika ia dengan perasaan yang menggelora harus mengorbankan anaknya, dipendamnya dalam-dalam rasa cinta pada makhluk yang amat dicintainya, dia raih dan reguk cinta Illahi, adakah ia ragu atau bimbang?

Pandangilah potret mereka ketika mereka melontar syetan secara serentak dengan bebatuan, yaitu ketika syetan berusaha menggagalkan pengorbanan mereka. Adakah mereka berpura-pura?

Pandangilah potret mereka, ketika mereka berpose bersama, alangkah idealnya keluarga mereka.

Setelah kita puas memandangi potret-potret mereka, kini bukalah album potret kita. Adakah kita menyerupai Ibrahim? Adakah kita menyerupai Hajjar? Adakah kita menyerupai Ismail? Adakah kita menyerupai keluarga Ibrahim? Jangan-jangan kitapun malu untuk membuka Album potret kita apalagi melihatnya. Dan semoga saja kita masih menyimpan potret diri kita.

Moga-moga diizinkan oleh MT perihal tulisan ini)
Mungkn ada apa yang kita takuti justru telah menghadang dilembaran hari-hari nanti
Mungkin ada apa yang kita benci justru telah menerkam menembusi selruh jiwa kita EGA)