Tuesday, July 18, 2006

Sudahkah kau belah dadanya?

Oleh : Muhasuh


Dalam kehidupan sehari-hari sikap saling percaya satu sama lain adalah hal yang seharusnya ditampilkan. Saling percaya akan menumbuhkan sikap baik sangka kepada siapapun yang pada akhirnya akan berdampak pada ketentraman jiwa kita. Ketentraman tersebut terwujud disebabkan di dalam diri kita tidak ada lagi "perasaan-perasaan" yang berlebihan seperti curiga, duga-duga, ketidakpercayaan, caci maki dan lain sebagainya. Perasan-perasaan tersebut akan menyebabkan kita "berburuk sangka" yang pada akhirnya merugikan diri sendiri. Kerugian diri dikarenakan kita disibukkan oleh sesuatu yang bukanmenjadi porsi diri untuk menjelaskannya. Sehingga dengan kesibukkan tersebut, diri kita menjadi lupa dengan kemampuan kita terhadap sesama manusia. Kemampuan yang dimaksud adalah keterbatasan dalam "mendefinisikan" tingkah laku orang per orang.
Tengoklah saat ini dalam kehidupan kita, seorang yang hendak bertaubat karena kelakuan jeleknya sering kali kita cibirkan kesungguhannya. Kita sering memvonis/ berkata : "alah... saya tidak percaya dengan kesungguhannya", atau "paling-paling juga ada maunya tuh", atau :mimpi kali ye" atau "Tumben" dan masih banyak lagi keraguan yang ada dalam diri kita. Keraguan tersebut akhirnya tetap membawa kita pada prasangka yang tiada akhir. Yang pada gilirannya energi kita tersedot untuk hal-hal tersebut.

Seorang yang pernah melakukan tindakan jelek selama bertahun-tahun lamanya memang amat sulit diterima oleh "Kita". Bak seorang hakim kita memvonis bahwa tindakan baiknya belakangan ini hanya sekedar menutupi tindakan bejatnya yang selama ini dilakukan. Seringkali orang yang memiliki kesadaran untuk "kembali" menjadi ragu dan putus asa dan akhirnya karena tak mampu menerima "tatapan dan nyanyiian" kita mereka kembali pada kebiasaan jeleknya. Dan biasanya "kita" merasa puas dengan menjerumuskan orang tersebut dengan berkata: "Tuh kan apa saya bilang, dia cuma sekedar mempermainkan kita, buktinya lihat tuh dia kembali lagi dengan kebiasaan jeleknya". Tanpa merasa memberi andil atas kembalinya orang itu melakukan kejelekan lamanya, kita mencibir sinis dan senyum kemenangan.

Islam sebagai rahmatan lil alamin merupkan petunjuk dan pemandu bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya, dan Allah tidak pernah membebani manusia melainkan sesuai dengan kemampuannya (QS 2: 286). Sebagai petunjuk dan pemandu, manusia diwajibkan untuk senantiasa berpegang pada petuah-petuahnya. Namun yang terjadi adalah bahwa seringkali "kita" abai terhadap petuah-petuah tersebut dalam melakukan aktifitas sehari-hari, yang pada gilirannya menyebabkan kita "lupa" terhadap kemampuan yang kita miliki. Dengan kealpaan tersebut kita seringkali mencampur adukkan antara hak kita dan hak Allah. Dengan pencampuradukkan tersebut membuat energi kita terkuras. Terkurasnya energi kita disebabkan kita (berusaha) melampaui kemampuan kita dan (mencoba) mengambil "hak Tuhan".

Islam mengajarkan kita untuk "menilai lahir" seseorang bukan "bathinnya". Sebab masalah bathin hanyalah wewenang Allah SWT tak seorangpun bisa mengambil wewenang ini hatta dia Malaikat yang dekat dengan Allah sekalipun.

Hadits berikut menggambarkan betapa urusan "bathin" menjadi wewenang Allah SWT.
Usamah bin Zaid ra berkata: Rasulullah saw mengutus kami ke Huraqah pada suku Juhainah, maka ketika kami sampai disana, pagi-pagi kami menyerbu. Tiba-tiba aku dan seorang Anshar bertemu dengan seorang dari mereka. Maka ketika kami telah mengepungnya, ia berkata "LA ILAHA ILALLAH". Maka shahabatku orang Anshar itu menyuruh aku menghentikan, tetapi terus saja aku tikam dengn tombakku sehingga matilah dia. Dan ketika kami telah kembali ke Madinah, berita itu telah sampai kepada Rasulullahsaw maka beliau bertanya "Apakah sesudah ia mengucapkan LA ILAHA ILALLAH masih juga engkau membunuhnya?" jawabku: "Ya Rasulullah, ia berkata begitu mungkin hanya karena takut kepada senjataku". Bersabda Nabi: "Apakah sudah kau belah dadanya sehingga engkau ketahui dengan jelas, apakah ia berkata karena takut atau tidak"....(HR BM HKC 135-136).

Menelaah hadits tersebut, terbayang dalam fikiran kita, sudah seberapa banyak kita membelah dada orang lain, sehingga kita mampu memvonis dia jujur atau dusta. Mungkin kita sudah menjadi ahli dalam urusan bedah membedah tanpa menggunakan alat bedah, cukup dengan melihat dan mendengar kulit luarnya saja. Memang membedah (membongkar) menjadi ciri khas keahlian kita, namun memperbaikinya adalah soal lain. Barangkali juga inilah hikmah kenapa kita ditakdirkan tidak hidup dalam masa Nabi. Andaikan kita hidup dalam masanya, kita takkan mampu menerapkan petuah-petuahnya, dan bahkan menentangnya yang pada akhirnya bisa jadi kita akan sealiran dengan tokoh-tokoh munafik dan penentang Nabi.

Renungkanlah hadits di atas, dalam masa perang sekalipun yang merupakan tipu daya, tetap saja wewenang Allah tidak boleh kita ambil, apalagi pada masa "damai" seperti ini.

Semoga hari-hari kedepan kita mampu memahami hak dan wewenang kita, sehingga kita tak perlu mengambil hak dan wewenang Allah, yang hanya membuat diri kita dirungsingkan terus menerus dan energi kita terbuang dengan percuma. Serahkanlah sesuatu yang menjadi wewenang Allah kepada Allah niscaya hidup kita akan tentram. Ambil dan Jalankan sesuatu yang menjadi hak dan wewenang kita niscaya kita akan menjadi mukmin yang kuat (QS 48: 26).

6 Comments:

At 11:04 AM, Anonymous Anonymous said...

Berbaik sangka adalah jurus jitu meraih kemuliaan dan ketenangan jiwa. Terimakasih atas tausiyah ini, Akhi.. ;)

 
At 12:19 PM, Anonymous Anonymous said...

kadang kita sering lupa dan merasa lebih tahu ttg orang lain, gampang memvonis dan memberikan persepsi yg salah, padahal tak banyak yang bisa dibaca manusia karena keterbatasannya dlm segla hal...

 
At 8:22 AM, Anonymous Anonymous said...

kita ada dan tersentuh
mampukah kita menyentuh
hati yang tak tersentuh?

 
At 10:12 AM, Anonymous Anonymous said...

. dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.
(QS 8:63)

 
At 2:32 PM, Anonymous Anonymous said...

wah pak, kok hampir mirip2 sih postingan kita, hanan jg nulis ttg arti sebuah kejujuran, hampir mirip sih,banyak hikmah yg dapat kita ambil :D sip, kapan kita belah dada kita sendiri ya?:)

 
At 9:45 AM, Anonymous Cara Sederhana Supaya septictank tidak cepat Penuh said...

info nya ga bikin bosen
sukses terus gan

 

Post a Comment

<< Home