Monday, June 12, 2006

Schizophrenia

Oleh : Muhasuh

Maksud hati ingin mendekat kepada Allah apa daya kita tak pernah tahu dimana Allah berada?


Memang amat tidak menyenangkan bila kita berhadapan dengan orang yang mengenakan topeng, disamping kita tidak pernah tahu siapa dia, kita juga tidak pernah melihat mimik mukanya ketika berbicara. Jadi kita tidak pernah tahu apakah wajahnya menggambarkan kondisi diri yang sedang tersenyum, tertawa, mengolok-olok atau bersedih, sungguh-sungguh atau bercanda, geram atau bershahabat, yang kita saksikan adalah sosok wajah tanpa ekspresi, yang kalau tersenyum tak pernah berhenti, begitu juga kalau marah. Pantas saja "PETERPAN" dalam salah satu syair lagunya mengatakan "Buka dulu topengmu biar kulihat wajahmu". Ya memang amat menyakitkan bila berhadapan dengan manusia bertopeng!
Orang yang "mengenakan Topeng", mungkin bisa kita katakan sebagai orang yang bermuka dua, yaitu orang yang datang ke suatu tempat mengenakan topeng dan ke tempat lain juga mengenakan topeng yang lain.Orang-orang seperti ini umumnya memiliki agenda tersendiri yang dirancang sedemikian rupa, ibarat pepatah Musang berbulu ayam. Bayangkan apa jadinya "ayam-ayam" bila ia tidak menyadari bahwa bahaya sudah ada di kandangnya? Dan dia adalah sejahat-jahat manusia.
Sabda Rasulullah SAW: "Dan kamu dapatkan sejahat-jahat manusia adalah orang yang bermuka dua, yang datang kemari dengan satu wajah dan kesana dengan wajah lain" (HR Bukhari Muslim HKC 376).
Dalam praktek kehidupan nyata sikap ini (mengenakan Topeng) diwakili oleh orang yang mengejar keuntungan dirinya belaka, persetan dengan orang lain. Atau sikap ini diambil oleh mereka yang senantiasa membedakan/ mendikotomikan antara urusan akhirat dan urusan dunia. Bagi mereka agama hanyalah masalah akhirat, sementara dunia adalah urusan mereka. Maka itu sering kita saksikan orang-orang berteriak untuk memisahkan antara kehidupan agama dan dunia.
Dalam dunia perpolitikan/ selebritis hal seperti ini adalah hal yang lumrah dan bahkan sudah menjadi kewajiban. Lihatlah selebritis dalam sinetron-sinetron kita pada saat menghadapi bulan puasa, mereka serempak berganti penampilan hampir mendekati 180%. Bila ditanya tentang perannya, mereka berkata :"Peran ini sangat mempengaruhi jiwa saya, insya Allah setelah ini saya akan berubah". Namun apa yang terjadi, setelah bulan puasa berlalu, setelah sinetronnya selesai dan setelah dia kembali kedunianya, maka berlalu pulalah penampilan mereka yang "islami" itu. Hilang tanpa bekas.
Dalam dunia perpolitikan, pun tidak kalah serunya. Menjelang pemilu berlomba-lombalah mereka mendekati ummat Islam. Bahkan mereka "mem-vermak" habis-habisan penampilannya. Bicaranya yang biasa mengucapkan selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam berubah menjadi "Assalammualaikum wr.wb".rambutnya yang biasanya bebas berkeliaran kini sudah ditutupi "peci dan kerudung". Merekapun tak lupa berjanji untuk memperjuangkan aspirasi ummat islam. Namun setelah kursi diraih dan diduduki mereka LUPA UNTUK BERDIRI. Alih-alih mau memperjuangkan nilai, malah membuat kabur dan buram aspirasi ummat. Dan seperti biasa mereka menunggu saat yang tepat menggunakan topeng "islami" lagi dan ummatpun siap-siap menyambutnya.
Mas Kunto (Kuntowijoyo- red) dalam bukunya Identitas Politik Ummat Islam hal 32 mengemukakan: "Semua orang diuntut menjadi Islam secara Kaffah (baca QS Al-Baqaah (2): 208) artinya menyeluruh, sepenuhnya, komplet, total dalam internalisasi agama. ..." "Kaffah artinya seseorang tidak boleh mendua. Tidak bisa urusan ibadah mengikuti Islam tapi dalam ekonomi atau politik mengikuti sekularisme. Kalau cara ini ditempuh, seseorang bisa mengalami schizophrenia, terbelah jiwanya antara kepribadian Islam dengan non Islam"
Keterbelahan jiwa (Schizophrenia) sering kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari bahkan tidak tertutup kemungkinan hal tersebut masuk kedalam diri kita dengan atau tanpa kita sadari.
Schizophrenia yang paling berbahaya adalah yang dijalani atau diperankan oleh aktivis Islam. Kenapa? Sebab mereka adalah "aktor-aktor" pembawa nilai, yang menjadi panutan ummat. Bayangkan, bagaimana jadinya ummat bila sang aktor dengan leluasa memakai topeng dihadapan ummat? Bahkan dihadapan Allah!

Allah SWT telah menginformasikan kepada kita bahwa penyakit Schizophrenia bisa dialami oleh aktivis islam. Perhatikanlah firman Alloh berikut: "Wahai orang beriman mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar murka Allah karena kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat"(QS 61:2-3)

Teori dan praktek tak pernah sinkron. Maksud hati ingin mendekat kepada Allah apa daya kita tak pernah tahu dimana Allah berada? Dalam salah satu hadits Qudsi, Allah SWT bertanya kepada hambanya: "Wahai hambaku kenapa engkau tidak menjengukKu ketika Aku sakit? Kenapa engkau tidak memberiku makan ketika Aku kelaparan? Kenapa engkau tidak memberiKu minum ketika Aku kehausan?." Sang hamba menjawab :"Wahai Tuhan bagaimana mungkin Engkau Sakit, Lapar, dan Haus? Bukankah Engkau Tuhan Yang Maha Berkuasa? Allah menjawab:" Si Fulan(ah) Sakit, Kelaparan, Kehausan, apabla engkau menjenguknya, apabila engkau memberinya makan, apabila engkau memberinya minum, niscaya engkau akan dapati AKU disana".
Bukankah Al-Qur’an berkata: "Maka celakalah bagi mereka yang shalat, yaitu mereka yang lalai dari shalatnya. (QS 107: 4-5). Bahkan orang seperti ini dianggap sebagai pendusta agama.karena "tidak tahu dimana harus menemukan Allah"
Semogalah sedikit demi sedikit penyakit schzophrenia dapat kita hilangkan dari diri kita, hanya dengan bantuan-Nya lah kita dapat sebuh dan disembuhkan.
Lingkar Nubuwah 160606
Jangan Ada Luka
Cipt Ian Antono dan Iwan fals
Song by Nicky Astria dan Achmad Albar
------
Jangan ada tangis... jangan ada sedih
selamat tinggal keluh kesah
dalam perjalanan Jiwa... yang mengembara.
Jangan ada duka ...jangan ada luka
Slamat tinggal rasa bosan
Dalam perjalanan jiwa yang mengembara
Lewati belantara sunyi sendiri ...lewati padang luas kering bebatu
lewati gelombang dan bencana yang dingin ...lewati haru biru yang tak bergeming
Oh Rindu...Rindu aku tentang ketegaran jiwa
oh jiwa ...jiwa yang menggeliat bukan gelisah
Jangan menangis ... jangan bersedih lagi
jangan berduka ...jangan terluka lagi
Rasa bosan ...keluh kesah sudah pergi
Perjalanan Jiwa mendekatkan hati

7 Comments:

At 7:44 PM, Anonymous Anonymous said...

Segera bangkit Akhi! Masih banyak amanah yang haarus kita kerjakan. Mari (kita) berupaya tuk bersibuk diri di jalan iman dan kebaikan. InsyaAllah, dengan do'a yang ikhlas seutuhnya, Dia akan memberikan jalan. Berdo'alah! Pinta kepada-Nya! Bukankah Allah Maha Pemberi Harapan? :)

 
At 11:14 AM, Anonymous Anonymous said...

Berbincang sebentar
Tentang pagi
Masih banyak saudara kita yang lupa
akan dirinya sendiri
Masih ada saudara kita yang rela
menjual dirinya sendiri
Masih juga saudara kita menangis
meratapi nasibnya sendiri

Merenung sebentar
Tentang malam
ketika saudara kita tertidur pulas
digunungan hartanya sendiri
ketika saudara kita menari
di tengah lingkaran nista
Ketika saudara kita berlari
mencari malamnya sendiri

Aku sekedar berbincang
Aku sekedar merenung
Untuk pagi yang perih
Untuk malam yang mengerang

Cihideung Forest 15 Juni 2006

 
At 2:06 PM, Anonymous Anonymous said...

di Persimpangan Jalan
Kudengar syair lagu
"Takkan kulangkahkan kakiku lagi tanpa bimbingan-MU...Tuhan"
Akupun melangkah dengan kepastian.

(Penggalan puisi MS)

 
At 10:27 AM, Anonymous Anonymous said...

seberapa dekatkah schizophrenia dengan munafik?
konsistensi dan komitmen memang hal yg tak mudaha digenggam.

 
At 4:56 PM, Anonymous Anonymous said...

Jalan tuk menjadikan jiwa terpelihara dalam keterbimbingan dan penjagaan-Nya adalah dengan mengkondisikan hati agar selalu on-line kepada Allah. Masuklah segera ke dalam perlindungan-Nya. Carilah "wasilah" untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dan hal ini tidak mungkin dicapai hanya sekedar duduk dan berbincang.

 
At 8:55 AM, Anonymous Anonymous said...

Ban. "Duduk dan berbincang" sambil berzikir bukannya situasi yang dicari-cari Malaikat?

 
At 11:50 PM, Anonymous Anonymous said...

Suatu Saat 1

Satu saat kelak
Kau akan bicara padaku
Dan,
Kau lupa mengenakan
Topengmu!

[MT, Mampang, 3 Desember 1992]

 

Post a Comment

<< Home