Wednesday, March 08, 2006

Zakaria


Orang tua itu duduk tepekur sambil berzikir dan berdoa, sesekali fikirannya menghadirkan bayang-bayang kondisi masyarakat dimana ia tinggal lalu ia melihat ke dalam dirinya yang sudah tua renta. Masyarakat dimana ia tinggal butuh penuntun jalan, demikian fikirnya. Sementara dirinya seakan sudah tak kuasa lagi menjadi gembala bagi masyarakatnya.

Air mata mulai turun dari kelopak matanya, terus mengalir ke pipinya yang sudah keriput dan jatuh di sajadah. Peristiwa itu tidak terjadi hanya sekali saja, namun telah puluhan kali bahkan ratusan kali lelaki tua itu menjatuhkan air mata dari kelopak matanya. Ia tidak pernah putus asa. Ia masih menyimpan segenggam harapan yang tersisa.

Disaat berdoa, sesekali pandangannya tertuju pada istrinya yang sedang berbaring. Garis-garis ketuaan nampak pada sekujur wajah istrinya yang sudah mulai keriput. Dikenangnya kembali saat-saat mereka membina rumah tangga. Tak terasa puluhan tahun telah berjalan, namun masih saja ada yang terasa kurang dan mengganjal dalam kehidupan mereka. Buah hati perkawinan belum juga hadir bahkan menjelang usia mereka merambat pada penghujung ketidak-mungkinan mendapatkan buah hati tersebut.

Keinginan yang begitu kuat untuk mendapatkan buah hati makin kental saat ia menjadi pengasuh seorang bayi perempuan yang manis yaitu Maryam di rumah keluarga Imran. Keinginan ke arah mempunyai anak semakin menghinggapi dirinya. Keinginan yang wajar dari setiap insan atau bagi setiap rumah tangga. Apalagi keinginannya tersebut bukanlah keinginan pribadi, tapi lebih merupakan sebagai tanggungjawab moral, yaitu kekhawatiran akan kelanjutan misi Ilahi yang menyangkut kelangsungan masyarakat luas. Bayang-bayang diri dalam mengemban amanat Ilahi tergambar kembali. Hari-hari dalam hidupnya terisi penuh untuk menyeru masyarakatnya. Sekian hari, sekian bulan, sekian tahun menyeru, sedikit sekali yang mau menoleh pada petuah-petuah yang disampaikannya. Ia hela nafasnya, mencoba untuk tetap berkonsentrasi pada keinginan semula. Dia buang jauh-jauh prasangka buruk terhadap Tuhan, dan dia ingat dan kenang satu persatu nikmat-nikmat yang telah diberikan Tuhan padanya. Meski ia yakin takan sanggup untuk menghitung nikmat-nikmat yang telah di berikan. Ia hanya bisa mensyukuri semuanya itu, dan kembali tetes air mata jatuh dari matanya yang bening itu.
Malam ini seperti malam-malam yang lalu ia kembali memohon, bahkan kali ini ia lebih khusyu dari malam-malam sebelumnya. Suasana hening di luar rumah itu menambah kekhusyuan dalam dirinya. Bulan perlahan namun pasti terus merambah menuju tempat peristirahatannya. Lelaki tua itu terus bermohon dan bermohon, dengan suara agak tersendat karena dibarengi dengan tangis, meluncurlah untaian kata dari bibirnya yang keriput itu. "Ya Tuhan-ku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo’a kepada Engkau, ya Tuhan-ku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia ya Tuhanku seorang yang diridhoi. ". Lega rasanya telah menumpahkan segala yang menjadi harapan dan cita-citanya yang mengganjal dalam dirinya di hadapan Tuhan Yang Maha Teduh. Segala keputusan apapun nantinya akan diterimanya dengan lapang dada. Lelaki tua itu menyadari bahwa Tuhan memiliki hak untuk berbuat apa saja sekalipun harus menolak keinginan dari hamba yang amat mencintai-Nya.

Pasrah. Itulah tindakan yang tepat yang harus dilakukan setelah semua prosedur ia jalani dengan keshabaran. Ia sadar bahwa dirinya tidak mengetahui pengetahuan masa depan. Bisa saja keinginannya yang dipandang baik ternyata berakibat buruk dikemudian hari atau sebaliknya. Tapi iapun sadar dan mengerti bahwa seseorang yang merasa cukup, tidak perlu bantuan Alloh adalah orang yang sombong.

Untuk itu ia mempunyai keyakinan bahwa do'a orang yang senantiasa menjalani perintah-Nya dan menjalankannya dengan ketabahan dan keshabaran akan didengar dan dikabulkan-Nya. Firman Alloh : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo'a apabila ia berdo'a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS 2:186)

Demikianlah, keshabaran dalam menjalankan perintah Alloh, tidak pernah mengeluh akan ujian yang menimpanya serta berkeinginan demi keselamatan ummat manusia menyebabkan do'anya didengar oleh Alloh. Apalagi Tuhan tidak pernah akan membiarkan manusia hidup tanpa petunjuk jalan. Maka kabar gembirapun diterima oleh Zakaria, dengan firman-Nya: "Hai Zakaria, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia" (QS 19:7)

Mendengar kabar dari langit yang mengabulkan permohonannya, betapa gembiranya Zakaria. Namun dibalik kegembiraan tersebut timbul kebingungan sesaat dalam dirinya. Bagaimana caranya? Atau apa tandatandanya? Maka beliau memberanikan diri untuk bertanya, "Ya Tuhanku, bagaimana mungkin akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua" (QS 19:8). Lalu Alloh berfirman: "Demikianlah", Tuhan berfirman: " Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (diwaktu itu) belum ada sama sekali". (QS19:9). Mengertilah Zakaria.--Seakan-akan ia baru pertama kali memahami hakekat penciptaan dan kehendak Alloh. Mungkin karena perasaan gembira yang amat sangat sehingga beliau lupa terhadap kekuasaan Alloh sebagaimana lupanya Umar bin Khatab disaat kematian Rasululloh SAW karena kesedihan yang amat sangat--.
Untuk lebih memantapkan hatinya beliau memohon agar ditunjuki tanda-tanda itu. Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda", Tuhan berfirman: "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat". Bergegas ia menghampiri istrinya dan mengabarkan tentang berita langit tersebut. Sang istri dengan perasaan tak menentu mencoba tersenyum gembira, namun kemudian ia sedikit ragu. Benarkah berita ini? Bagaimana mungkin dirinya yang sudah tua dan mandul akan beroleh seorang anak? Ia tertegun sejenak, dipandangi wajah suaminya yang penuh dengan kerut-kerut ketuaan untuk mencari jawaban. Barangkali suaminya mencoba menghibur dirinya atau barang kali sedang bercanda? Hanya mata jernih yang penuh kesungguhan dan senyum kepastian yang ia dapatkan dari wajah suaminya. Dia mencoba memutar ulang perilaku suaminya. Ia dapati suaminya adalah seorang yang jujur, tabah, tawakal dan senantiasa mementingkan perintah-perintah Alloh. Akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya kepada suaminya. Bagaimana mungkin aku akan melahirkan anak padahal aku sudah tua dan mandul pula, katanya. Zakaria dengan tenang dan penuh simpatik berkata, bagi Alloh sesuatu itu tidak ada yang mustahil, Dia Maha Berkehendak.... Belum sempat Zakaria menyelesaikan kata-katanya Istrinya telah menyungkur sujud dan menangis. Berita gembira yang diterimanya membuat ia sedikit tak percaya. Namun dengan jawaban suaminya ia tersadar bahwa Alloh memang Maha Berkehendak. Dia peluk suaminya dan mereka sama-sama bersujud dihadapan Tuhan Yang Maha Teduh.

Itulah sekelumit kisah seorang anak manusia yang mengharapkan sesuatu yang menurut ukuran manusia adalah mustahil, tapi dengan keyakinan yang tinggi bahwa Alloh Maha Berkehendak, maka ia tak berputus asa dari kemustahilan menurut ukuran manusia itu. Ia coba menjalani semuanya dengan Doa dan Usaha. Bagaimana dengan kita?

0 Comments:

Post a Comment

<< Home