Tuesday, October 03, 2006

Sekali Lagi Tentang Kemusyrikan

Oleh : Muhasuh


Semula saya berkehendak untuk menulis perihal "langkah-langkah Syetan" setelah kemusyrikan dalam diri, namun entah mengapa kepala ini dipenuhi oleh sesuatu yang sepertinya ada yang tertinggal/ mengganjal dan belum dibahas dalam dua tulisan terdahulu perihalkemusyrikan. Begitu kuatnya keinginan tersebut sampai-sampai menuju dan pulang kerja fikiran tentang itu terus "membuntuti saya". Sebenarnya yang "membuntuti" saya adalah sebuah pertanyaan disekitar kemusyrikan/ kesesatan yaitu bosankah kita "berbicara" tentang kemusyrikan/ kesesatan? Atau "HARE GENE" nulis musyrik/ sesat mulu?
Bagi saya berbicara/ menulis tentang kemusyrikan/ kesesatan sama pentingnya dengan berbicara/ menulis tentang Tauhid/ kebenaran mengapa?
Bagi sebagian kita, membicarakan kemusyrikan/ kesesatan mungkin amat membosankan dan menjengkelkan. Sebab sepertinya tidak ada ruang bagi kita untuk bertindak/ berekspresi atau katakanlah ruang gerak kita untuk berekspresi makin sempit. Mau begini atau begitu mesti dibenturkan dulu dengan Tauhid, bersenggolan atau tidak? Melihat perkembangan masyarakat yang terjadi saat ini juga harus menggunakan kacamata Tauhid. Kalau seperti ini terus gimana mau menuju masa depan? Ya gak bakalan maju-maju dong! Mungkin seperti itulah komentar kita.
Agama (Dien) Al-Islam dibangun di atas pondasi Tauhid. Sementara yang merobohkan bangunan Dien Al-Islam adalah digerogotinya nilai-nilai Tauhid oleh yang namanya kemusyrikan. Di dalam Al-Qur’an ada ratusan ayat berbicara tentang kemusyrikan, bahkan diturunkannya para Nabi dan Rasul dalam rangka "menghancurkan" kemusyrikan dan mengembalikan kepada nilai-nilai Tauhid. Banyaknya ayat yang berbicara tentang kemusyrikan dalam Al-Qur’an menunjukkan betapa kemusyrikan adalah hal yang amat serius dan bukan perkara sepele atau perkara HARE GENE.......
Ingatlah kemusyrikan menghalangi kita menuju tempat seharusnya kita (manusia) kembali (syurga). Ibarat PETA kalau sudah diubah maka kita tak akan sampai ketempat yang kita tuju atau membuat kita bingung dan tersesat..
Di dalam Al-Qur’an Allah SWT menandaskan bahwa orang-orang musyrik (dan juga Yahudi) merupakan orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman (QS 5: 82). Lihatlah disekeliling kita, atas, nama BUDAYA dan KEBUDAYAAN kemusyrikan tetap dipertahankan. Atas nama budaya dan kebudayaan kita rela menyandingkan antara Nyi roro kidul dengan Allah. Atas nama budaya dan kebudayaan kita biarkan "PESTA LAUT" tetap berjalan. Atas nama budaya dan kebudayaan kita rela mencampur aduk antara yang hak dan yang batil. Atau yang lebih keren lagi adlah jangan pertentangkan antara Agama dan Budaya.

Dan cobalah sedikit kita merenung perihal shalat kita. Berapakah jumlah seluruh rakaat yang kita lakukan dari shubuh hingga Isya? Dari yang wajib hingga yang sunnah? Hitunglah berapa kali kita berdoa agar kita terhindar dari jalan kesesatan? (QS 1: 7). Begitu seringnya kita mohon agar terhindar dari kesesatan menunjukkan bahwa Kesesatan/ kemusyrikan adalah hal yang mesti kita waspadai karena menyebabkan kita (orang) yang ada di dalamnya tidak akan menemukan jalan menuju tempat seharusnya kita kembali.
Ulama sebagai pewaris Nabi, memang memiliki "misi" mengawal agama tauhid ini agar terhindar atau masuk kedalamnya unsur-unsur musyrik/ sesat. Apakah atas nama HAM kita tidak berani menyatakan sesat terhadap suatu faham/ ajaran yang menyimpang? Katakanlah kalau ada yang mengatakan "ADA NABI SETELAH MUHAMMAD SAW" kita tidak berani/ takut untuk mengatakannya sesat? Apakah kita tidak berani menyatakan sesat kepada faham yang menyatakan bahwa semua agama sama? Apakah kita tidak berani menyatakan SESAT terhadap faham yang menyatakan bahwa Jibril memberi Wahyu kepada seorang wanita yang mengklaim anaknya sebagai Isa Al Masih? Apakah kita akan membiarkan masyarakat banyak terjebak dan ikut pada faham kesesatan tanpa kita peduli?
Khalifah Abu Bakar memakjulkan "perang" terhadap mereka yang tidak mau membayar zakat setelah kematian Rasululloh. Beliau dan juga para Khalifah yang lain giat membasmi munculnya Nabi-Nabi Palsu yang bermunculan setelah kemangkatan beliau. Itu semua mereka lakukan dalam rangka menjaga kemurnian agama Tauhid ini. "Perang" terhadap mereka yang mendakwakan diri sebagai nabi tidak serta merta dilakukan, namun melalui proses penyadaran atau jalan dakah terlebih dahulu
Dari sedikit uraian di atas mestinya kita menyadari bahwa kemusyrikan/ kesesatan adalah "musuh" yang harus kita waspadai (QS 5: 82). Untuk itu kenalilah kemusyrikan/ kesesatan, tanpa kita kenali, bagaimana mungkin kita bisa terhindar dari serangan dan sergapannya? Tanpa kita kenali untuk apa kita mohon agar terhindar dari kesesatan? (QS 1: 7). Kemudian coba pelajari bagaimana dia bisa ada dan menerobos masuk dalam sendi-sendi kehidupan, dan bagaimana cara kita menghadang dan menghadapinya?
Ingatlah kemusyrikan/ kesesatan menyebabkan kita tidak akan sampai ke tempat seharusnya kita kembali. Dan kemusyrikan/ kesesatan bukanlah hal yang sepele.

3 Comments:

At 5:52 PM, Anonymous Anonymous said...

Ada sebuah kisah, ketika Rasulullah bertemu dengan seorang wanita tua, dan bertanya kepada wanitua tua itu, "apakah ibu beriman kepada Allah?" Ya, jawab wanita tua itu. Nabi bertanya kembali, "Lalu dimana Allah?" Wanita tua itu menjawab, "disana (sambil tangannya menunjuk ke atas)". "Engkau benar" kata Nabi. Kita bisa melihat bagaimana cara Nabi mengajarkan pengenalan terhadap Allah kepada mereka yang memiliki kesederhanaan dalam berpikir, tetapi memiliki hati yang tulus. Kalau kita melihat kisah di atas dalam perspektif tauhid yang hakiki, maka timbul pertanyaan. Apakah Allah terikat ruang dan waktu, sehingga Dia berada di "atas"? Dibalik tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan bahwa keyakinan seseorang itu berbeda-beda atau bertingkat-tingkat, sesuai dengan daya ruhani-nya. Yang penting di sini adalah teruslah berusaha untuk memenuhi hati kita dengan ingatan kepada Allah, dan mohonlah agar kita dimasukkan ke dalam penjagaan dan pemeliharaan-Nya. Dengan kata lain, kunci dari penyempurnaan jiwa dan hati adalah istiqomah untuk mendekatkan diri kepada Allah.

 
At 9:21 AM, Blogger muhasuh said...

Yang ditulis oleh "MURID" memang benar. "simbolisasi" seringkali digunakan oleh siapapun dalam "menunjuk" keberadaan Allah. lihatlah ketika kita bermunajat, sering kali tangan dan wajah, kita tengadahkan ke atas. Atau ketika ada yang menasehati seseorang, ia berkata "Takutlah sama Yang di Atas sana"

Memang yang utama dalah ber"istiqomah", namun menuju ke "istiqomah" itu bukanlah hal yang mudah. Seringkali kita terjebak pada sesuatu yang kita "anggap benar" dan kita jalankan. Padahal kita belum mengetahui dan meyakini apakah sesuatu itu memang benar. Untuk itulah segala aktifitas kita suka atau tidak, harus becermin pada "kebenaran" itu sendiri.

Buat "MURID" Thanks katsiron

 
At 7:15 AM, Blogger Sabdapena said...

syirik, musyrik, kufur...emang serem sih kata-kata itu. tapi kesemuanya itu memang sangat perlu diwaspadai. apalagi Syirik khofi...samar-samar dan ia terkadang tidak disadari. maka muslim yang baik adalah yang teliti-mengerti!

 

Post a Comment

<< Home