Wednesday, October 08, 2008

Alumni Ramadhan: Antara Takwa dan Tawa

Oleh : Muhasuh
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS 2: 183)

Beberapa waktu yang lalu ummat Islam melaksanakan Ibadah puasa (shaum) secara serentak.
Puasa (Siyam), sebagaimana yang dilansir pada ayat di atas mempunyai satu tujuan, yaitu memproses insan mukminin menjadi insan muttaqien. Proses menuju insan muttaqien dalam pelaksanaan ibadah Siyam tidak dijabarkan secara detail dalam Al-Qur’an . Al-Qur’an hanya menjelaskan secara garis besar pelaksanaan ibadah shaum. Penjelasan secara rinci perihal shaum untuk menuju takwa dijelaskan oleh Rasulullah SAW di dalam beberapa sabdanya.

Oleh karena itu apabila para shoimin ingin menuju ketakwaan,ia mesti membaca dengan seksama apa yang tertera dalam arahan yang diberikan oleh Rasulullah SAW tersebut. Kemudian dengan segenap upaya diusahakan untuk direalisasikan dalam pelaksanaan ibadah shaum yang dia jalani

Namun yang terjadi pada tataran praktik, banyak diantara kita yang abai terhadap masalah tersebut, malah lebih khusu’ dan khusus mengambil arahan dari sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain yang dimaksud adalah bahwa ummat lebihbanyak terpaku pada pelaksanaan menahan lapar dan haus, sementara untuk mengisi muatan ramadhan hampir-hampir terabaikan. Benarlah apa yang dikatakan oleh Nabi kita perihal tersebut, yaitu :"Betapa banyaknya orang yang bepuasa, mereka hanya mendapatkan lapar dan haus saja..."

Oleh karena itu, maksud hati ingin membentuk diri menjadi insan yang takwa, malah berubah menjadi insan yang penuh tawa., kenapa?

Lihatlah tayangan-tayangan di televisi yang dipelototi oleh jutaan pemirsa yang sebagian amat besarnya adalah mereka yang menjalankan puasa menampilkan lawakan-lawakan yang membuat pemirsa menikmatinya dengan khusu. Dari pagi sampai pagi lagi kita disuguhi oleh kekonyolan-kekonyolan yang terus berulang dan terekam dalam benak kita. Maka dapat kita bayangkan, mau jadi apa kita setelah pelaksanaan ramadhan nanti?----

Barangkali kita mesti mentertawakan diri kita dalam melaksanakan ramadhan untuk yang kesekian kalinya ini. Setiap hari ramadhan kita lalui dengan kehampaan dan kesia-siaan. Bulan obral pahala tidak membuat kita menjadi antusias untuk melaksanakannya dengan segenap jiwa raga kita. Kita lebih antusias mengejar bulan obral di mal-mal, yang menjajakan berbagai kesenangan diri.

Kita pun jadi tertawa terhadap diri kita dalam pelaksanaan ramadhan ini. Ramadhan yang katanya bulan berbagi menjadi bulan yang penuh dengan individualis. Tengoklah kemacetan yang terjadi di jalan-jalan ibu kota pada bulan ramadhan terutama menjelang berbuka, bukan semakin mengurangi kemacetan tapi justru membuat antrean kemacetan yang amat panjang dan menjengkelkan. Keinginan untuk berbuka puasa di rumah dan bersama keluarga menyebabkan setiap individu merasa harus didahulukan kepentingannya persetan dengan kepentingan orang lain. Bulan berbagipun tidak tampak pada persiapan menyambut hari raya, kita lebih sibuk menyiapkan penganan hari raya untuk keluarga kita dalam menyambut tamu yang datang, tetangga yang kekurangan dan tak mampu untuk membeli dan membuat berbagai makanan tidak pernah kita lirik dan perhatikan. Begitu juga dalam persiapan-persiapan membeli pakaian, kita lebih mementingkan penampilan diri kita, lihatlah di mal-mal perburuan terhadap pakaian begitu amat menyita waktu dengan melupakan sepotong pakaian untuk keluarga yang tak mampu.

Kitapun jadi tertawa dalam memperhatikan sikap ber ramadhan kita, tidur lebih kita pentingkan dari beramal dan berkarya. Padahal, Konon para alim jaman dahulu menuntaskan karya dan berkarya justru pada bulan ramadhan, sementara kita? Barangkali kalau yang seringkali tidur pada siang hari bulan ramadhan si Upik dan si Buyung kita jadi amat maklum, tapi kita?

Kitapun jadi tertawa menyaksikan pergerakan/ pergeseran yang terjadi dalam hal shalat tarawih di mesjid atau tempat-tempat lainnya dan kondisi di pusat-pusat perbelanjaan (mal). Hari-hari awal Ramadhan masjid/ mushalla penuh dengan jamaah bahkan sampai ke jalan-jalan, dan mal-mal terlihat sepi. Pada menjelang pertengahan ramadhan pergeseran berimbang, dan pada akhir-akhir ramadhan terjadi pergeseran yang menyebabkan kita terbahak-bahak. Mal penuh dengan lautan manusia sementara mesjid atau mushalla ... Sunyi dan sepi. Padahal katanya pada kahir-akhir ramadhan ada yang namanya lailatul Qadr yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Tapi toh janji Allah tak membuat kita lebih bersemangat dalam beribadah diakhir-akhir ramadhan.

Kitapun jadi tertawa terbahakmenyaksikan bulan ramadhan harus kita lalui tanpa amal yang berarti, kecuali kesia-siaan seperti bulan-bulan sebelumnya atau mungkin lebih parah lagi.

Menyaksikan tingkah diri dalam beramadhan membuat kita mesti merenung lebih dalam lagi, yaitu apakah Ramadhan (Puasa/ Shiam) telah membentuk kita menjadi manusia yang berta(k)wa ? Penilaian tentang ta(k)wa ada pada diri kita. Silakan menilai diri kita sendiri.
perpisahan bukanlah duka, meski harus menyisakan luka (BB - Drive)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home