Friday, August 10, 2007

"INSYA ALLAH"

Oleh : Muhasuh

PEDE (Percaya Diri) dalam kehidupan memang penting dimiliki oleh siapapun. Karena percaya diri akan membuat seseorang tidak gagap serta nyaman dalam menghadapi situasi apapun. Dan akan membuat lawan bicara terkesima, entah dalam hatinya menganggap kita bodoh karena ucapan kita yang “Jaka Sembung” atau salut atas sikap dan ucapan kita yang memahami suatu persoalan secara sempurna. Seorang calon pekerja –misalnya- yang hendak melakukan interview mesti memiliki sikap ini. Tanpa PD pertanyaan yang mudah sekalipun akan membuat ruangan ber AC seperti di terminal Bus Kota. Panas, yang membuat tubuh tidak nyaman, karena keringat mengucur terus menerus dari dahinya dan kursi empuk seperti ada pakunya yang menyebabkan ia geser sana geser sini. Atau seorang calon pemimpin yang sedang melakukan debat publik/ debat kusir, juga harus PD, karena akan mempengaruhi suara calon pemilih bagi dirinya. Demikian juga seorang pengusaha perlu memiliki sikap PD untuk meyakinkan “klien”nya agar tertarik pada apa yang dikemukakannya..

Percaya diri memang sikap yang amat baik, karena menumbuhkan sikap berani menghadapi apapun. Namun PD jangan sampai menyebabkan kita lupa diri, karena kemampuan yang kita miliki, dengan beranggapan bahwa orang lain bodoh, lemah, gampang diakali dan hanya kitalah yang paling pandai, tahu permasalahan dan kuat. Atau dengan menganggap orang lain kecil, tak pernah menyerap informasi dan tak ada artinya. Kecenderungan seperti itu hanya akan menyebabkan seseorang lupa pada dirinya dan menjadikan dirinya kerdil dimata lawan.

Salah satu perwujudan dari sikap PD adalah dalam hal “berjanji”. Umumnya kalau berjanji kita amat “royal” dengan kata-kata “pasti”, misalnya PASTI akan saya tepati, PASTI akan saya selesaikan tepat pada waktunya. Pasti dan pasti atau “percaya deh sama saya”. Dalam dunia bisnis hal seperti ini menjadi lumrah alias wajar. Sebab tanpa PD (kepastian) dalam menyikapi segala sesuatu hanya akan menyebabkan calon klien lari dari kita, akhirnya peluang kerjasama akan sirna dan sulit untuk diraih kembali.

Di dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi (18): 23-24 ada pelajaran yang baik bagi kita perihal berjanji. Sekalipun kita adalah orang yang terpercaya di mata orang lain jangan lupa untuk senantiasa ingat kepada Allah dengan senantiasa mengucap “Insya Allah” yang tulus dan ikhlas dalam setiap janji yang kita ucapkan.

Perhatikanlah sekelumit kisah singkat berikut yang di ambil dari QS 18: 23-24 yang dialami oleh sang Nabi tercinta perihal janji. Muhammad SAW, adalah seorang Nabi yang memiliki sikap PD yang tinggi akan tugas dan tanggungjawab terhadap misi yang diembannya. Beliau tidak pernah ragu sedikitpun terhadap apa yang dibawanya dan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, karena beliau yakin bahwa pertolongan akan senantiasa diberikan kepadanya sekalipun permasalahan itu teramat berat baginya, karena ia berada di atas jalan kebenaran. Apalagi “JIBRIL” sang Malaikat pembawa pesan misi Ilahi acapkali “mengunjunginya”. seakan-akan tak pernah alfa sedikitpun untuk menjenguknya.

“Mungkin” (kalau boleh menggunakan kata MUNGKIN) karena “mudahnya” bertemu dengan Jibril, dan “merasa” (kalau boleh menggunakan kata MERASA) sebagai pembawa petunjuk Tuhan yang harus disampaikan kepada segenap ummat manusia, membuat PD beliau bertambah tinggi bahkan sampai puncaknya. Beliau haqul yakin bahwa apapun yang diinginkannya dalam upaya menyebarkan Dienullah dan bukan untuk kepentingan pribadi PASTI akan dikabulkanNya. Apalagi ditangan beliaulah Nasib agama ini dipertaruhkan. Maka tatkala orang-orang Quraisy bertanya sesuatu kepada beliau, dan pertanyaan itu sulit untuk dijawab karena harus melalui penjelasan wahyu, dengan “ringannya” beliau menjawab : “Tunggulah besok pagi, saya akan menjawabnya”. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali beliau menunggu kedatangan “Jibril”. Dari detik kedetik, menit ke menit bahkan dari jam ke jam yang dinanti tak kunjung datang, dan tak ada tanda-tanda akan kedatangannya pada pagi itu. Rasa cemas mulai menghinggapi diri Beliau, karena ucapan Beliau telah terlanjur keluar. Apalagi beliau adalah “AL AMIN” yang terpercaya yang tak pernah sekalipun dalam hidupnya mencederai janji dan berkata dusta. Akhirnya pagi itu berlalu tanpa kehadiran sang pembawa pesan Ilahi. Segudang Tanya menghinggapi diri beliau, apalagi orang-orang Quraisy sudah berkerumun untuk mendapat jawaban dari sang Nabi perihal pertanyaan-pertanyaan mereka kemarin. Mereka mulai mengejek beliau dengan mengatakan bahwa Beliau telah ditinggalkan Tuhannya. Buktinya wahyu yang dijanjikan belum juga turun.

Barulah menjelang sore sang pembawa pesan datang dengan membawa wahyu, namun yang pertama kali disampaikan adalah wahyu yang ditujukan kepada beliau berupa “teguran/ didikan/ ajaran” terhadap sikap Beliau karena berjanji tanpa mengucapkan “INSYA ALLAH” .

Firman Allah : (23) Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, (24) kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini." (QS Al Kahfi (18) : 23 -24)

Demikianlah teguran yang diberikan Allah kepada Hamba kekasihNya.

Kata “Insya Allah”, sering kita gunakan dan lontarkan dalam berbagai aktifitas kita. Saking royalnya kita tidak dapat membedakan kapan kata-kata itu harus kita ucapkan. Pokoknya Insya Allah. Yang penting orang lain senang karena kita memberi harapan yang tinggi. Seorang yang diminta datang oleh temannya, dengan enteng menjawab “Insya Allah” padahal tidak ada keinginan sedikitpun dalam dirinya untuk hadir dan bertemu dengan temannya itu. Atau sering juga kita berucap “kalau ada waktu/ kalau ada kesempatan” kita gunakan sebagai pengganti Insya Allah. Atau perpaduan antara keduanya, sepertinya tak cukup bagi kita bila hanya menggunakan kata “Insya Allah”. Atau mungkin ungkapan kalau ada waktu/ kesempatan sama dengan kata “Insya Allah”? sehingga tak perlu berucap Insya Allah?

Di dalam Al-Qur’an kata Insya Allah digunakan dalam upaya kesungguhan untuk melakukan sesuatu secara serius, kepastiannya diserahkan kepada Allah. Surat Al-Kahfi (18): 69 misalnya, bertutur tentang kesungguhan Musa untuk menuntut hkmah, walaupun pada perjalanan pencarian hikmah Musa AS tidak mampu berlaku sabar. Namun ketidakmampuannya disebabkan pengetahuannya belum sampai dalam masalah-masalah itu. Karena dalam pandangan umum tindakan sang “Guru” tidaklah umum atau menyalahi kriteria-kriteria keumuman. Lihat juga Surat Al Qashash (28): 27, QS As-Shafat (37): 102

Ya. Insya Allah sepertinya hal yang sepele, namun kalimat ini telah terekam dalam kitab suci kita sebagai teguran kepada Nabi-Nya. Jadi sepelekah kata itu?

Berkaca dari QS Al-Kahfi (18): 23 – 24 kita dapat mengambil berbagai hikmah yang menyertainya, diantaranya : (1) bahwa pemilik waktu/ masa/ alam semesta adalah Allah SWT, sementara manusia tidak secuilpun memiliki pengetahuan tentang hari esok.; (2) JIBRIL (dan Malaikat semuanya) adalah mahkluk-makhluk Allah yang hanya “beraktifitas” atas perintah Allah semata, tak seorangpun mampu untuk memerintahnya, mengendalikannya atau memaksanya untuk turun atau menurunkan wahyu sekalipun dia seorang “Nabi yang tercinta”. Bandingkan dengan pernyataan seorang wanita yang katanya bisa berkomunikasi dan memerintahkan Jibril datang atas perintahnya; (3) terjaganya kemurnian Tauhid, karena Allah tak suka untuk di syarikatkan dalam semua urusan-Nya, dan Allah adalah penguasa tunggal atas makhluknya; (4) mengasah hati, pikir, tindakan dan ucapan kita agar menjadi manusia yang menyadari keterbatasan yang dimilikinya; (5) sebagai pukulan telak bagi mereka-mereka yang merasa sudah dekat dengan Tuhannya sehingga Malaikat bisa dijadikan sebagai pengawal pribadinya atau bisa berkomunikasi dengan mereka kapanpun mereka mau.

Sebenarnya masih banyak hikmah yang dapat diambil dari Al-Kahfi (18) 23-24. dan silakan untuk mencarinya.

(Ketika malam baru saja gelap, dan ketika kesunyia baru saja mengetuk pintu, dan ketika PERMAISURI menyertai malamku)

2 Comments:

At 5:41 PM, Blogger Putirenobaiak said...

sering memang makna insya Alalh tereduksi menjadi sesuatu yg tidak serius, salah kaprah

 
At 5:42 PM, Blogger Putirenobaiak said...

sori salah "Insya Allah" :)

 

Post a Comment

<< Home