Tuesday, August 08, 2006

Kemusyrikan Disekitar Kita (1)

Oleh : Muhasuh

Islam sebagai agama Tauhid sudah tidak dipungkiri lagi, hal itu terlihat dalam teks-teks kitab suci Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Teks-teks Qur’an dan hadits menegaskan akan ke-esaan Tuhan (QS 112::1-4). Tauhid adalah penegasan akan keesaan Tuhan, bahwa hanya DIA lah satu-satunya Tuhan, yang mencipta, mengatur, pemilik, Raja, yang mendidik, yang berkuasa dan yang wajib disembah. Tidak ada pertentangan tentang hal tersebut dikalangan ummat.

Namun demikian, tidak semua pemeluk agama ini baik perorangan maupun secara berkelompok (negara) melaksanakan tauhid dalam artian yang sesungguhnya. Hal itu terlihat dari aktifitas sebagian ummat/ negara yang masih mempercayai kekuatan lain disamping Allah SWT. Kekuatan-kekuatan tersebut bisa berbentuk manusia, hewan, negara super ataupun benda-benda pusaka. Dengan kekuatan-kekuatan tersebutlah mereka merasa aman, terlindungi, tentram, berani, banyak mendatangkan rezeki dan lain sebagainya.

Di dalam islam orang-orang yang melakukan hal-hal tersebut digolongkan ke dalam perbuatan syirik atau mensekutukan Allah. Lihatlah kasus Gunung Merapi dengan Tokoh sentralnya Kuncen Gunung Merapi dan salah seorang Paranormal. Mereka sudah mencampuradukan, dengan memohon kepada selain Allah untuk meredam "kemarahan" gunung merapi dengan melakukan ritual ke Pantai Selatan, tempat dimana konon "Ratu Selatan" bermukim. Atau lihatlah pada malam 1 syuro, malam dimana benda-benda keramat dimandikan dengan ritual khusus dan air bekas pemandian tersebut diperebutkan oleh banyak orang, yang konon berkhasiat. Atau tengoklah bagaimana "Kyai Slamet" seekor kebo Bule diagung-agungkan, yang konon kotorannya saja mampu memberikan kesembuhan dan keberkahan sehingga diburu oleh yang hadir. Atau tengoklah kebiasaan masyarakat kita bahkan seorang Presiden pun masih menaruh "sesaji" yang tediri dari makanan atau buah-buahan disetiap sudut rumah/ jalan dalam melaksanakan pernikahan anaknya, yang konon agar tidak diganggu oleh "penunggu" rumah tersebut atau dengan embel-embel sebagai rasa syukur kepada yang kuasa (???). Atau tengoklah kebiasaan kita dalam membangun rumah, sebelum naik genteng mereka menaruh pisang/ padi/ kelapa dan lain sebagainya entah untuk apa? atau untuk siapa? ENTAH!

Lihatlah dalam kehidupan bernegara yang ada didunia Islam. Rasa takut mereka bukanlah pada Allah tapi pada kebesaran suatu negara dengan peralatan canggihnya. Mereka rela melihat saudaranya dibantai, di bombardir sementara mereka tak memberikan kontribusi apa-apa. Mereka amat "welcome" bagi pendaratan pesawat-pesawat tempur negara adidaya untuk meluluhlantahkan negeri saudaranya. TAKUT.... mungkin kata yang tepat bagi mereka. Allah? Tak perlu ditakuti. Lihatlah dengan bangga mereka membungkam gerakan-gerakan yang menuju pada pembesaran ashma Allah, karena adanya titipan dari suatu negara berkuasa. "Faainallah?" . Mereka rela menerima budaya-budaya yang tidak sesuai dengan Islam bahkan budayanya sendiri karena takut dengan "ANTI DEMOKRASI", yang ujung-ujungnya akan berakibat pada pelengseran dirinya dari kursi kekuasaan.

Hal-hal di atas adalah contoh nyata yang dapat dengan jelas kita lihat dan saksikan dalam kehidupan. Betapa rasa takut, perlindungan, rasa aman bukanlah hanya pada Allah semata tapi pada sesuatu yang justru tidak perlu kita takuti. Apakah ini menunjukkan gejala "kemusyrikan Global" sudah menjadi trend dalam hubungan International khususnya di dunia Islam?


Wallahu ‘alam bisshowab

Selanjutnya : Kemusyrikan dalam diri kita