Wednesday, May 31, 2006

yang sangat dibenci IBLIS

Oleh : Muhasuh
Mungkin kita mengira bahwa amal-amalan kebaikan kita berupa Shalat, Puasa, membaca Al-Qur’an, Haji, zakat dan lain-lain kebaikan adalah hal yang amat dibenci oleh Iblis. Seringkali kita ditanya oleh rekan kita atau siapapun perihal amalan yang dibenci oleh IBLIS niscaya kita akan menyebutkan hal tersebut di atas.

Apa yang kita ungkapkan tersebut tidaklah salah, sebab memang dalam hal-hal tersebutlah Iblis berusaha dengan sekuat tenaga dan upaya mengalihkan perhatian kita agar tidak konsentrasi (khusuk) dalam menjalankannya. Upaya iblis tersebut tidak lain agar ia mendapat pengikut sebanyak-banyaknya. Untuk itulah iblis melakukan langkah-langkah atau program dari A sampai Z dengan memutarbalikkan kenyataan Ilahi, yang benar dihadapan Tuhan menjadi salah; yang salah dihadapan Tuhan menjadi benar. Mereka berupaya agar kita memenuhi hasrat hawa nafsu dengan mengenyampingkan nilai-nilai wahyu. (QS 15: 39)

Sebelum Iblis berhasil dalam upayanya mengalihkan manusia, maka ketidakpuasan senantiasa ada dalam diri Iblis itu sendiri. Untuk itu mereka menerjunkan semua penggoda-penggoda manusia. Penggoda-penggoda yang diterjunkan iblis tidak kepalang tanggung, dia menugaskan seluruh lapisan kekuatan yang dimilikinya, dari tingkatan pemula sampai dengan tingkatan expert atau dari kelas teri sampai kelas kakap, dari pasukan berkuda sampai pejalan kaki. (QS 17:64). Tergantung dari kadar keimanan seseorang, makin tinggi kada keimanan, makin tinggi jabatan penggodanya dan sebaliknya.

Maka tidaklah mengherankan apabila dari semua sisi kehidupan yang kita jalankan, iblis senantiasa ada di dalamnya. Atau dalam istilah Al-Qur’an Iblis akan mendatangi/ menggoda kita baik dari depan, belakang, kiri, kanan. Intinya seluruh sendi kehidupan yang kita jalani, maka kekuatan Iblis ada disana. (QS 7: 17)

Apabila upaya mengalihkan konsentrasi manusia telah berhasil, maka Kegembiraan akan senantiasa ada dalam diri Iblis, dan tidak sampai disitu saja Iblis bertindak, malah lebih jauh sampai manusia/ kita ada dalam permainannya dan mau mengikuti apa yang diperintahkannya. Dan bila upaya-upaya yang dilakukan belum berhasil maka upaya-upaya apapun terus dilakukannya, IBLIS pantang mundur.

Namun demikian Iblis acapkali kecewa terhadap satu rahmat Allah yang diberikan kepada manusia. Suatu rahmat yang menyebabkan upaya dan usaha iblis dalam menyesatkan manusia selama bertahun-tahun sirna tanpa bekas. Itulah rahmat yang bernama “TOBAT”. Tobat inilah yang amat sangat dibenci oleh Iblis. Kebencian tersebut amat beralasan, sebab sekali manusia bertobat, maka seluruh kejahatan-kejahatan hasil upaya Iblis seketika itu luluh lantah, bak panas setahun dihapus oleh hujan sehari. Bahkan kejahatan seumur hidup luluh seketika walaupun manusia belum melakukan kebajikan. Dan bahkan dosa yang kita bawa melebihi beratnya bumi dan tingginya langitpun dapat dengan seketika terhapus karenanya. (QS 7 : 153)

Perhatikanlah Firman Allah dalam Hadits Qudsi berikut:
Wahai Bani Adam! Apabila engkau mengajukan permohonan dan mengharap kepada-Ku, Ku ampuni segala yang ada padamu tanpa peduli. Wahai Bani Adam! Sekalipun dosamu bertumpuk-tumpuk hingga setinggi langit, tapi kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, niscaya Ku ampuni dosamu. Wahai Bani Adam! Sekiranya engkau datang dengan dosa setimbang bumi, kemudian engkau menemui Aku dalam keadaan tidak mensekutukan Aku dengan sesuatupun, niscaya Aku kurniakan ampunan setimbang dosa itu. (HQR Turmudzi dari Anas)

“Tobat “ sepertinya hal yang kecil dan sepele, namun memiliki kekuatan yang amat dahsyat dalam menghancurkan segenap kesalahan/ kejahatan/ kebathilan. Namun demikian tidak semua manusia dapat melakukannya. Ketidakmauan dan ketidakmampuan manusia dalam melakukan taubat disebabkan oleh anggapan bahwa dirinya bersih/ suci atau dia tidak merasa menyekutukan/ bermaksiat kepada Tuhan atau dia merasa tidak berbuat salah terhadap manusia yang lainnya. Atau dia merasa kejahatannya sudah tak mungkin dapat diampuni Jadi buat apa Tobat? Demikianlah manusia yang berfikiran seperti itu senantiasa menghalangi dirinya untuk meraih rahmat Allah.

“Tobat” yang dimaksud dalam uraian ini bukanlah tobat bak orang makan rujak pedas, saat makan kepedasan dan tak mau makan lagi, tapi begitu besok ada rujak maka dilahap lagi rujak itu.

Dengan demikian “tobat” yang diterima disisi Allah bukanlah Tobatansambal, tabi Taubatan yang sungguh-sungguh (Taubatan-Nashuha) (QS 25: 71). Taubatan Nashuha memiliki persyaratan-persyaratan tersendiri, seperti (1) kesungguhan untuk mengakui kesalahan, (2) kesungguhan untuk meninggalkan kejahatan, dan (3) kesungguhan untuk meraih kebaikan. Tanpa itu maka taubatnya masuk dalam kategori Taubat Sambal.

Ttobat adalah perbuatan yang amat mulia di sisi Allah. Hadits berikut dapat menggambarkan kemuliaan Tobat disisi Allah SWT

Nabi SAW bersabda :”Sesungguhnya Allah sangat gembira menerima tobat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang yang berkendaraan di tengah padang pasir tetapi hewan yang dikendarai meninggalkannya, padahal di atas hewan itu terdapat makanan dan minuman,, kemuidan dia berteduh di bawah pohon, dan membaringkan badannya, sedangkan ia benar-benar putus asa untuk menemukan kembali hewan tersebut. Ketika bangkit, tiba-tiba ia menemukan hewan tersebut lengkap dengan bekal yang dibawanya, iapun segera memagang tali kekangnya, seraya berkata karena sangat gembira: “YA ALLAH, ENGKAU ADALAH HAMBAKU DAN AKU ADALAH TUHANMU”. Ia keliru mengucapkan kalimat itu karena luapan kegembiraannya”. (HR Muslim- RS1 17-18)

Orang yang melakukan Tobat adalah orang yang memahami hakekat dan manfaat Tobat bagi dirinya, sampai-sampai Rasulullah SAW sendiri mengatakan bahwa ia bertobat sehari sebanyak 70 sampai 100 kali. Allah menganjurkan kepada orang-orang yang beriman agar bertobat untuk meraih keberuntungan (QS 24: 31)

Asal muasal tobat amat dibenci oleh Iblis, tentunya dapat kita telusuri hal tersebut dari kejadian manusia pertama sampai dengan diturunkannya manusia dari sorga ke bumi. Usai kejadian Adam dan Hawa makan buah terlarang, tidak lama mereka berdua bertobat atas apa yang telah dilakukannya, tobat Adam diterima, maka seketika itupun luluh lantah dosa dan kesalahan yang diperbuatnya. sementara Iblis enggan melakukannya dan tetap berada dalam “kesombongan”. (QS 2: 37). Bahkan Iblis bertekad untuk menghasung anak cucu Adam menjadi pengikutnya. Untuk itulah Iblis senantiasa menghembuskan manusia untuk memperlambat tobat.

Dan yang menjadi penghalang seseorang dalam melakukan Tobat adalah “Kesombongan”, sebagaimana kesombongan Iblis terhadap kemampuan/ kelebihan dirinya dari makhluk yang lain. Untuk itulah dalam mengantisipasi “TOBAT”, Iblis melancarkan serangan dengan menggunakan senjata berupa “KESOMBONGAN” ke dalam dada manusia. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengalaman pribadi. Iblis sudah merasakan Keingkarannya kepada Allah karena senjata kesombongan itu.

Semoga Tobat kita diterima Allah SWT. Dan semoga kesombongan sedikit demi sedikit dapat mencair dari dalam dada kita.

Wednesday, May 24, 2006

PERINGATAN-PERINGATAN ILAHI

Peringatan keempat
Alloh berfirman:
“Wahai manusia! Barangsiapa berduka karena persoalan dunia, maka ia hanya akan kian jauh dari Alloh, kian nestapa di dunia dan semakin menderita di akhirat. Alloh akan menjadikan hati orang tersebut dirundung duka selamanya, kebingungan yang tak berakhir, kepapaan yang berlarut-larut dan angan-angan yang selalu mengusik kesenangan hidupnya.

Wahai manusia! Hari demi hari usiamu kian berkurang, sementara engkau tidak pernah menyadarinya. Setiap hari Aku datangkan rejeki kepadamu, sementara engkau tidak pernah memuji-Ku. Dengan pemberian yang sedikit engkau tidak pernah mau lapang dada. Dengan pemberian yang banyak, engkau tidak pernah merasa kenyang.

Wahai manusia! Setiap hari Aku mendatangkan rejeki untukmu. Sementara setiap malam Malaikat datang kepada-Ku dengan membawa catatan perbuatan jelekmu. Engkau makan dengan lahap rejeki-Ku, namun engkau tak segan-segan pula berbuat durjana kepada-Ku. Aku kabulkan jika engkau memohon kepada-Ku. Kebaikan-Ku tak putus-putusnya mengalir untukmu. Namun sebaliknya catatan kejelekanmu sampai kepadaku tiada henti.

Akulah pelindung terbaik untukmu. Sementara engkau hamba terjelek bagi-Ku.

Kau raup segala apa yang KU berikan untukmu. Kututupi kejelekan demi kejelekan yang kau perbuat secara terang-terangan.

Aku sungguh sangat malu kepadamu, sementara engkau sedikitpun tak pernah merasa malu kepada-Ku.

Engkau melupakan-Ku dan mengingat yang lain.

Kepada manusia engkau meras takut, sedangkan kepada-Ku engkau merasa aman-aman saja pada manusia engkau takut dimarahi, tetapi pada murka-Ku engkau tak peduli.

(Disalin bebas dari buku Peringatan-Peringatan Ilahi Dalam hadits Qudsi : Imam Al-Ghazali

Friday, May 19, 2006

antara "wajib dan sunnah"

oleh : Muhasuh
Melaksanakan ibadah sunnah dengan rutin mungkin dambaan kita semua. Ibadah sunnah tentu saja akan menambah ‘amal” yang akan kita bawa kehadapan Allah setelah kita mati kelak. Dalam upaya itulah kita acapkali meluangkan waktu untuknya dan bahkan kita menganggapnya sudah menjadi keharusan, maka itu kita sudah memiliki jadual-jadual untuk melakukan ibadah-ibadah tadi. Jadual rutin itu umumnya sebagai berikut shalat dhuha, puasa senen – kemis, puasa tengah bulan, puasa Nabi Daud, baca Qur’an, shalat malam, shalat-shalat sunnah lainnya dan lain-lain. Sebelum jadual kita laksanakan, kita tidak mau untuk memenuhi hal-hal yang lain, yang kita anggap tidak bermanfat.

Melaksanakan Ibadah sunnah, memang “mengasyikkan” , saking asyiknya, kita menjadi tidak peduli terhadap lingkungan sekitar. Artinya kita sulit untuk menentukan/ membedakan “mana yang wajib” dan “Mana yang sunnah”, dan bagaimana sikap kita terhadap keduanya. Permasalahan seperti ini, pernah saya terima dari pengaduan salah seorang Akhwat yang telah berumah tangga, yang merasa ibadah (sunnah)nya tidak dapat berkembang lantaran ia mendengar hadits “Seorang istri tidak boleh melakukan puasa sunnah, kalau tidak mendapat izin dari suaminya” . “bagaimana saya dapat menambah amal-amal saya kalau suami saya kadang-kadang tidak mengijinkan saya untuk melaksanakannya? Katanya lagi”. Hal-hal tersebut berlaku juga untuk ibadah-ibadah sunnah lainnya. Kesan yang tertangkap dari ucapan akhwat tadi mungkin begini: “betapa tidak enaknya menjadi seorang istri (wanita), karena untuk meningkatkan spiritualitas diri saja harus seizin suaminya”. Barang kali hal ini yang melatarbelakangi para gadis (akhwat) untuk tidak segera menikah kali ya.(???)

Untuk melihat lebih jelas permaslahan ini, ada baiknya kita mencoba membaca hadits yang berkenaan dengan permasalaha ini (Hadits cerita). Hadits ini bagian dari tulisan “Bayi Bicara”.

Dari Abi Hurairah ra, Rasululloh saw bersabda: “Tidak ada yang dapat berbicara ketika bayi kecuali tiga orang, yaitu Isa bin Maryam dan anak yang membebaskan Juraij (yang satunya ada dalam “Bayi Bicara”) Juraij adalah seorang ahli ibadah yang membuat sauma’ah (biara) untuk ibadatnya. Pada suatu hariibunya dating memanggil, sedang ia masih shalat, maka iapun berkata, Tuhanku itulah ibuku, dan kini aku sedang shalat. Maka iapun melanjutkan shalatnya, sehingga pulanglah ibunya. Keesokan harinya, ibunya datang kembali diwaktu Jraij sedang shalat, sehingga ia tidak dapat menyambut panggilan ibunya. Kemudian ibunya dating untuk ketiga kalinya, sedang Juraij masih shalat, maka iapun memanggil, Hai Juraij. “Ya Tuhanku, itulah ibuku, dan ini shalatku”

Sehingga marahlah Ibu Juraij dan berdoa, “Ya Alloh jangan Engkau matikan dia sehingga ia melihat wajah perempuan lacur” Juraij memang terkenal benar sebagai seorang ‘abid (ahli ibadah) diantara Bani Israil, sehingga terjadi seorang pelacur yang terkenal kecantikannya berkata, “Saya dapat menggugurkan ibadah Juraij”. Maka pelacur itu berusaha merayu Juraij dengan segala daya tarikny, tetapi ternyata Juraij tidak dapat tergoda olehnya, sehingga pelacur itupun jengkel. Lalu berzinahlah ia dengan seorang penggembala yang tidak jauh dari biara Juraiz, sehingga hamillah ia. Ketika bayi yang sedang dikandungnya telah lahir, ia berkata:”Anak ini adalah hasil hubunganku dengan Juraij. Maka ketika orang-orang mendengar itu, segera mereka pergi ke biara Juraij dan memaksa turun dari Biara. Kemudian dihancurkanlah biara itu oleh semua orang yang dating, sedang Juraij pun mereka pukuli. Maka bertanyalah Juraij, mengapa kamu berbuat demikian? Apakah sebabnya?” jawab mereka, Engkau telah berzina dengan pelacur ini, sehingga beranak darimu. Berkata Juraij, dimanakah bayinya? Maka dibawalah bayi itu kepadanya, kemudian Juraij berkata, lepaskan aku untuk melakukan shalat dulu. Setelah shalat, Juraij mendekat kepada bayi itu dan menekankan dengan jarinya, sambil berkata, Siapa ayahmu?” Jawab bayi, “Si Fulan Penggembala itu”. Ketika mereka mendengar jawaban bayi itu, kembali mereka menciumi dan memeluk Juraij sambil berkata, Sukakah kami bangun kembali biara itu dari emas? “Jawab Juraij, tidak, kembalikankan saja seperti semula”. Maka segeralah mereka bersama-sama membanun kembali biara Juraij yang telah mereka hancurkan,….(HR Bukhari Muslim) HKC 103-104

Pada kisah di atas kita lihat “kejengkelan” seorang Ibu atas sikap anaknya yang tidak “menyahut” ketika dipanggil, malah terus asyik dalam shalat sunnahnya.

Dalam pandangan islam memenuhi panggilan Orang tua (Apalagi Ibu) adalah suatu kewajiban utama. Al-Quran (QS 46: 17) melarang kita untuk berkata “ah/ cis” dan sejenisnya apalagi bila kita tidak menjawab panggilannya. Sementara shalat sunnah yang dilakukan oleh Juraij sampai kapanpun jatuhnya tetap sunnah. Nah ketika kedua kepentingan ini bertemu, maka salah satunya harus dapat kita kalahkan. Yang mana? Tentu saja yang sunnahlah yang harus kita kalahkan.

Rasulullah SAW memberi contoh yang baik ketika beliau harus mempercepat bacaan shalat wajibnya, karena beliau mendengar ada anak yang menangis. Beliau khawatir ibunya dan jamaah lainnya akan terganggu dengan tangis anak tersebut. bayangkan untuk urusan yang wajib saja Rasululloh mempercepat bacaan shalatnya. Atau ketika kita sedang shalat sunnah dan ada tamu mengucapkan salam, mana yang harus kita “lakukan”. Menjawab salam adalah wajib hukumnya, sementara shalat sunnah. Ya .. sunnah hukumnya. Coba bandingkan dengan apa yang kita lakukan.

Untuk menjawab keluh kesah “istri yang harus berizin” untuk melaksanakan ibadah sunnah (puasa) cukup dengan berfikir sederhana seperti tersebut di atas. Wajib mana antara memenuhi kebutuhan suami (istri) dengan ibadah wajib? Sebenarnya terhadap kasus seperti ini, istri mendapat dua kegembiraan, pertama “kegembiraan “ memenuhi panggilan suaminya dan yang kedua, amal ibadahnya (sunnah) tercatat disisi Allah meskipun tidak dilaksanakan. (Innamal ‘a malu binniyat).

Dalam pergaulan, sering kali kita menemukan hal-hal tersebut, dan seringkali pula hal yang wajib kita nomorduakan. Contoh ketika kita ada janji dengan rekan kita pada jam tertentu dan tempat tertentu, dan kebetulan kita tidak dapat tepat waktu memenuhinya lantaran kita shalat dhuha atau khatam Al-Qur’an. Ketika bertemu, dengan enteng kita bilang “Maaf ya terlambat, tadi habis shalat dhuha/ Baca Quran dulu”. Sementara Qur’an mengajarkan kita untuk memenuhi akad (janji), dan shalat mengajarkan kita untuk tepat waktu.

Terkadang dalam hal keinginan untuk meningkatkan nilai ruhani diri, acapkali kita mengabaikan hal-hal yang seharusnya dikedepankan, sehingga sifat “ego” seringpula menguasai kita dalam hal ibadah sunnah. Semoga senantiasalah kita dapat membedakan mana yang wajib dan mana yang sunnah agar kita tidak tergelincir di mata Tuhan.

Friday, May 12, 2006

"...Tapi Kalian Sangat Tergesa-Gesa"

Oleh : Muhasuh
Ingin rasanya kita memiliki Tongkat Musa...
Ingin rasanya kita memiliki kepandaian Sulaiman...
Ingin Rasanya kita memiliki kepandaian Isa...
Ingin rasanya kita memiliki kepandaian orang-orang pandai...
Agar kita bisa tersenyum simpul...

Dalam meniti kehidupan, kita dihadapkan oleh berbagai macam persoalan-persoalan, baik persoalan yang membuat kita menikmatinya dengan "tersenyum simpul" ataupun persoalan yang membuat "dahi berkerut". Kalaulah kita diminta untuk memilih diantara keduanya, tentunya "tersenyum simpul" adalah pilihan utama kita dan berharap "dahi berkerut" menjauh dari hadapan kita.

Setiap orang yang berusaha dalam aktifitas kehidupannya berharap bahwa apa saja yang dilakukannya mesti berhasil, dengan keberhasilan inilah dia akan mampu menggapai kesenangan-kesenangan yang didambakan. Dan dengan sudah digapainya apa yang didambakan tersebut, maka ia dapat dengan leluasa "tersenyum simpul" kepada siapapun yang dijumpainya.contoh-contoh yang membuat seseorang tersenyum simpul, misalnya seorang yang berusaha melestarikan alam, akan tersenyum simpul bila usahanya menanam pohon penghijauan, menjaga kelestarian alam dan mengajak manusia untuk menjaga kelestarian hutan berhasil. Atau seorang dokter yang ditugaskan di daerah terpencil akan "tersenyum simpul", manakala ia telah mampu mengajak masyarakatnya hidup sehat dan telah mampu memberikan pelayanan yang baik bagi mereka walaupun mungkin harus mengorbankan kepentingan pribadinya. Karena ia yakin itulah tugasnya. Atau seorang guru akan tersenyum simpul manakala ia telah mampu mencetak anak didik sesuai yang diharapkannya. Atau seorang yang sedang berdiskusi akan "tersenyum simpul" manakala ia telah mampu menarik perhatian dan mampu memberi pemahaman kepada lawan diskusinya. Atau siapa saja diantara kita akan "tersenyum simpul" manakala kita mampu mendapatkan sesuatu yang selama ini menjadi dambaan kita. Dan banyak atau... atau lagi yang membuat kita tersenyum simpul..

Namun tidak semua aktifitas kehidupan kita berakhir dengan "tersenyum simpul", seperti yang dikemukakan di atas. Banyak aktifitas-aktifitas yang kita lalui berakhir dengan "dahi berkerut". Sebut saja misalnya apabila usaha yang kita jalani selama ini berakhir dengan kegagalan dan kegagalan. Atau seorang aktifis islam akan berkerut dahinya,manakala yang ia dapatkan dalam jamaahnya tidak sesuai dengan "pemahaman keislamannya" tentang jamaah. Atau seorang anak kecil akan berkerut dahinya dan merengek, berguling-guling di tanah bila ia gagal mendapatkan sesuatu dari orang tuanya. Atau orang yang sedang ditimpa musibah berupa sakit, akan berkerut dahinya manakala sakitnya tak sembuh-sembuh. Atau seorang yang harapan dan keinginannya yang sudah direncanakan jauh-jauh hari tiba-tiba mengalami kegagalan. Dan masih banyak contoh-contoh dalam kehidupan ini yang membuat dahi berkerut.

Itulah sekilas gambaran tentang aktifitas yang kita lalui yang sering kali membuat dahi kita berkerut atau terkadang tersenyum simpul. Khusus dalam tulisan ini akan difokuskan pada permasalahan yang membuat dahi kita berkerut.

Dalam benak kita, ingin rasanya semua kehidupan yang kita lalui ini berakhir / bermuara pada kesenangan, sehingga tak jarang diantara kita "berangan-angan", yang sering kali angan-angan tersebut membumbung tinggi sampai menembus langit ketujuh. Dalam angan-angan tersebut ingin rasanya kita memiliki "Tongkat Musa", yang dengan sekali ketuk laut menjadi terbelah sehingga kita bisa melaluinya dan juga bisa mengambil ikan atau mutiara yang dikandungnya (?). Atau ingin rasanya kita memiliki "kepandaian Sulaiman", yang dengannya kita bisa melakukan apa saja yang kita inginkan. Ingin ke Hollywood, Seaworld, TMII, Hongkong, Singapore tinggal memerintahkan angin agar membawa kita ke tempat-tempat yang kita inginkan, atau agar kita bisa menghalau angin puting beliung agar tidak memporakporandakan suatu negeri, atau kalau ada orang yang membuat kita kesal kita bisa melampiaskannya melalui bercanda dengan hewan peliharaan kita. Ingin rasanya kita memiliki "kepandaian Isa", yang dengannya kita dapat menghidupkan orang-orang yang kita cintai, atau dapat menyembuhkan penyakit yang kita atau orang-orang kesayangan kita derita dengan sekali usap. Kita juga ingin bisa berjalan di atas air, agar bisa menghemat transportasi yang makin mahal (?), atau agar kita bisa mengail dimanapun di laut yang kita inginkan. Ingin rasanya kita memiliki segala macam kepandaian yang dimiliki oleh "orang-orang yang pandai" agar kita mampu menyelesaikan kesulitan yang sedang kita hadapi dan tidak lagi bergantung padanya. ingin rasanya kita memiliki keberanian seperti "Hercules" agar kita bisa menghadapi setiap orang yang berbuat jahat kepada kita.

Untungnya kaki kita masih menapak di bumi, itu menunjukkan bahwa kita masih memiliki kesadaran sempurna, dan dengan kesadaran yang sempurna itu berarti kita "belum" butuh untuk memiliki keajaiban-keajaiban seperti tersebut di atas. Andaikan kita memilikinya pastilah kita menjadi orang yang malas, sombong, angkuh dan sifat-sifat jelek lainnya.

Kehidupan haruslah dilalui dengan kenormalan, sesuai dengan kodrat kita sebagai manusia yang memiliki segala sesuatunya untuk bertahan dalam kehidupan. Jangankan kita, syetan saja tidak serta merta membuat kita terjerumus dalam dosa dan nista, tapi butuh "langkah-langkah" dalam pencapaiannya. Tapi inilah hidup. Tekanan yang begitu kuatnya membuat kita stress/ depresi dan "ingin" mencari jalan pintas/ keajaiban. Banyak cara dilakukan dalam menuju keajaiban tersebut. Ada yang hilang akal dengan mendatangi "orang pintar" (karena kita manusia bodoh), tempat/ benda keramat. Ada juga orang yang meburu "kyai" untuk mendapatkan doa-doanya/ amalan-amalan, karena mereka yakin doa Kyai lebih makbul dari doanya.

[Perihal kyai ini, saya mendapat pelajaran yang bagus dari khutbah jum’at. Seorang Khatib bercerita bahwa dia diminta untuk memberikan doa-doa oleh seorang pedagang agar dagangannya laris, karena selama ini sepi. Si Khatib tahu bahwa orang yang meminta itu adalah orang yang lebih fasih doa-nya dari dirinya. Kemudian si Khatib bertanya kepada orang tersebut perihal lokasi dan kebiasaan orang tersebut dalam melakukan usahanya. Orang tersebut bilang kalau ia berdagang di suatu jompleks di Jakarta. Dan kebiasaannya membuka warung setelah ia nyeruput kopi setelah shalat shubuh, sehabis shalat shubuhpun ia berwirid yang agak panjang. Praktis ia membuka warung sekitar pukul 06.30. Mengertilah si Kyai bahwa bukan do’a yang dibutuhkan oleh sipedagang tadi melainkan mengubah kebiasaan membuka warung sipedagang. Si Kyai tahu bahwa Jakarta adalah kota yang tidak pernah tidur apalagi kompleks perumahan. Penghuninya pergi pag-pagi buta dan kembali untuk tidur pada malam hari. Jadi si Kyai memberi saran agar sehabis shalat shubuh berwirid secukupnya dan langsung buka warung jangan nyeruput kopi dulu. Ketika saran tersebut di lakukan oleh sipedagang, maka lusa pagi ada satu dua orang yang membeli indomie, lambat laun terdengar sas sus bahwa di kompleks ada warung yang buka pagi-pagi buta untuk memenuhi kebutuhan mereka. Maka dari mulut ke mulut tersebarlah keberadaan warung sipedanag tadi. Akhirnya tidak berapa lama warung itu setiap pagi didatangi oleh pembeli.]
Keajaiban-keajaiban yang kita inginkan dalam aktifitas kita ternyata pernah pula diharapkan/ dilakukan oleh sebagian masyarakat dalam masa kehidupan Nabi kita. Dalam contoh berikut hanya dikemukakan 2 (dua) contoh yang kita yakin dapat merupakan Ibrah bagi kita.
(1) Dalam masa-masa perkembangan islam di Makkah misalnya, banyak shahabat yang disakiti oleh kaum "musyrikin", sampai-sampai mereka mengeluh kepada Nabi dan agar Nabi memohon untuk berdoa agar SEGERA dikirimkan bantuan Alloh kepada mereka. Sebagai "guru" yang bijak Nabi tentu saja memahami apa yang dibutuhkan oleh umatnya. Nabi yang setiap doanya dikabulkan (kecuali dalam satu hal, yaitu menghindari pertikaian sesama muslim) tidak serta merta menggunakan "keajaiban" itu. Nabi juga tidak takut kehilangan (ditinggalkan) ummat dengan tindakan dan ucapannya itu. Beliau yakin bukan "Keajaiban" yang dibutuhkan oleh ummatnya, tapi "ketebalan" imanlah yang dibutuhkan umat. Belau yakin "keajaiban" tanpa usaha dan tanpa mau menanggung resiko adalah suatu kepatalan dan kebodohan bagi masa depan ummat, dan juga akan berakibat buruk bagi perkembangan jiwa ummat. Seandainya hal tersebut dilakukan maka lambat laun ummat ini akan sama seperti ummat Musa yang berkata: "biarkanlah kamu (Musa) dan Tuhanmu memerangi Musuh sementara kami duduk duduk sambil menyaksikannya". Kita bersyukur bahwa Nabi Saw tidak melakukannya.
Sabda Nabi Saw:
Dari Abu Abdullah Khabbab bin Arati, ia berkata: "Kami mengadu kepada Rasulullah Saw. Saat ini beliau sedang berbantalkan sorbannya di bawah lindungan Ka’bah (sedangkan kami baru saja bertemu dengan orang-orang musyrik yang menyiksa kami dengan siksaan yang sangat berat). Kami bertanya: "apakah engkau tidak memintakan pertolongan buat kami? Apakah engkau tidak mendoakan kami?" Beliau menjawab: "Orang-orang yang sebelum kalian, ada yang ditanam hidup-hidup, digergaji dari atas kepalanya sehingga tubuhnya terbelah dua dan adapula seseorang yang disisir dengan sisir besi sehingga mengenai daging kepalanya, yang demikian itu tidak menggoyahkan agama (iman) mereka. Demi Allah, Allah pasti akan mengembangkan agama Islam ini hingga merata di Shan’a sampai ke Hadramaut dan masing-masing dari mereka tidak takut melainkan hanya kepada Allah, melebihi takutnya kambing terhadap serigala. TETAPI KALIAN SANGAT TERGESA-GESA" (HR Bukhari RS1 65-66)

Ya! Sering kali kita tergesa-gesa dan ingin keajaiban, sementara Nabi kita berfikir logis, setiap aktifitas membutuhkan usaha, ketegaran dan pengorbanan. (BTW ada dikalangan aktifis islam hari ini yang karena beratnya dalam merealisasikan nilai-nilai Ilahi berfikir seandainya ia dapat hidup dalam masa Nabi tentu lebih enak. Dia tidak sadar andaikan dia hidup dalam masa Nabi bisa saja dia masuk dalam kelompok Munafik, Abu Lahab, Abu Jahal dan lain-lain)

(2) Contoh yang ke dua dalam masalah menghadapi penyakit. Seringkali kita juga mengharapkan keajaiban muncul dalam masalah ini, baik untuk penyakit berat, sedang ataupun ringan. Kadang tanpa sadar kita mengeluh karenanya. Padahal kita belum berusaha untuk menyembuhkannya. Andaikan kita berusaha, kita juga berharap, sekali ke dokter langsung sembuh atau sekali minum obat langsung hilang penyakitnya. Kalau tidak sembuh maka berkerutlah dahi kita sejadi-jadinya. Bahkan tak jarang kita menahan sakit sambil berteriak aduh, emak, s**l*n, br*ngs*k dan lain-lain caci maki kita, dari yang sopan sampai yang kasar. Padahal dalam pandangan islam, sakit disamping sebagai ujian juga berfungsi mengurangi dosa dan kesalahan kita, itu kalau kita sudah berusaha dan shabar karenanya.

Dari Atha’ bin Abu Ribah, ia berkata: Ibnu Abbas ra berkata kepadaku: "Maukah saya tunjukkan seorang wanita yang termasuk ahli Surga?" Saya menjawab: "Tentu saja saya mau". Ia berkata: "Adalah wanita berkulit hitam yang pernah datang kepada Nabi Saw, waktu itu berkata: "Sesungguhnya saya mempunypenyakit ayan, dan aurat saya terbuka karenanya; oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah agar penyakit saya sembuh". Beliau kemudian bersabda: "Apabila kamu mau shabar maka kamu akan masuk surga, dan apabila kamu tetap meminta maka sayapun akan berdoa kepada Allah agar engkau sembuh dari penyakitmu". Wanita itu menjawab: "Kalau begitu saya akan bershabar". Kemudian wanita itu berkata lagi: "Sesungguhnya aurat saya terbuka karenanya, oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah agar aurat saya tidak terbuka". Maka Nabipun berdoa untuknya agar auratnya tidak terbuka". (HR Bukhari & Muslim) RS1 62-63.

Sering kita/ orang-orang kesayangan yang ada disekitar kita mengalami sakit yang sampai parah. Ketika itu, disaat-saat kritis ingin rasanya keajaiban muncul dengan sembuh total secara tiba-tiba. Penderita yang tengah terengah-engah menghadapi sakit yang amat beratnya berupa penyakit kronis (komplikasi), tidak ada harapandan doa kita melainkan kesembuhan. Inilah egonya kita, kita tak pernah melihat musibah dari diri yang mengalaminya. Boleh-boleh saja kita memohonkan kesembuhan, tapi haruskah itu? Atau apakah tidak ada jalan lain? Seorang penderita kanker stadium IV atau penderita penyakit kronis (komplikasi) atau penyakit berat lainnya yang sudah divonis oleh dokter sedang "mengerang" menahan sakitnya. Doa kita untuknya umumnya "mohon kesembuhan". Tak sadarkah kita bahwa itu akan membuat penderita lebih merana, karena doa kita? Tak sadarkan bahwa itu cuma ego kita yang tak sanggup untuk ditinggalkan orang yang kita kasihi. Atau apakah kita harus berputus asa dari rahmat Allah? Dan lebih baik mengakhiri hidup karena "membebani" orang-orang terdekat kita. Nabi mengajarkan kepada kita dalam sabdanya:

Dari Anas ra, ia berkata: "Rasulullah saw bersabda: janganlah salah seorang diantara kamu sekalian menginginkan mati karena tertimpa kesulitan. Seandainya terpaksa harus berbuat demikian, maka ucapkanlah: "Ya Allah, biarkanlah aku hidup apabila hidup lebih baik bagiku, dan matikanlah aku apabila mati itu lebih baik bagi ku". (HR Bukhori & Muslim) RS1 65

Ya, kenapa kita tidak mengucapkan kata-kata "Ya Allah, biarkanlah aku (dia) hidup apabila hidup lebih baik bagiku (dia), dan matikanlah aku (dia) apabila mati itu lebih baik bagi ku (dia)"? Kenapa ego kita begitu besar? Kenapa senantiasa keajaiban yang kita minta? Ternyata keajaiban memang memegang peranan dalam kehidupan kita, terutama disaat-saat kritis.

Kita berharap semoga dalam menghadapi persoalan kehidupan, apapun bentuknya baik yang menyenangkan maupun yang tidak mengenakkan tetap membuat kita "tersenyum simpul" karenanya.

(Buat diri yang tengah berusaha tegak, semoga)

Friday, May 05, 2006

"Tanda-Tanda" TUHAN

Oleh : Muhasuh


"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa " (QS6:44)

–-
Dalam menjalani aktifitas kehidupan, manusia dituntut untuk senantiasa memperhatikan "tanda-tanda/ rambu-rambu" yang ada disekelilingnya. Perhatian terhadap tanda-tanda ini menjadi sesuatu yang amat penting dan berharga sekali sebab ia memberikan arah yang benar dan jelas bagi perjalanan manusia, sehingga ia tidak tersesat dan selamat sampai ditujuan.
--
--
Namun meskipun tanda-tanda/ rambu-rambu sudah banyak terlihat diberbagai tempat, tapi masih saja banyak manusia yang melanggarnya. Entah dengan ketidaktahuan ataupun dengan secara sengaja. Akibat yang ditimbulkan dari pelanggaran tanda-tanda/ rambu-rambu menjadi amat fatal, antara lain dirinya dan orang lain menjadi korban kesia-siaan. Banyak kejadian atau musibah yang bermula dari pengabaian terhadap rambu/ tanda ini. Barang kali sewaktu pertama kali ia melanggar rambu-rambu/ tanda-tanda tidak terjadi apa-apa bahkan ia sampai ditujuan lebih cepat beberapa waktu dari yang lainnya. Karena itulah pada kali yang lain (karena keenakan) ia mencoba dan mencoba untuk melanggarnya. Dan ketika itulah, disaat ia lengah, disaat sesuatu diluar perhitungannya berjalan, kecelakaan/ musibah menimpa dirinya.
--
--
Dalam konteks yang lebih luas lagi, tanda-tanda/ rambu-rambu juga ada dalam kehidupan yang diberikan Tuhan kepada manusia dalam wujud kitab suci. Kitab suci memberikan arah yang jelas, tegas, terang, benar bagi ummat agar selamat dalam kehidupan didunia untuk nantinya memetik hasil yang baik di akhirat. Kitab suci sebagai rambu/ "tanda-tanda" Tuhan bukanlah hanya sebatas teks tanpa aplikasi/ penerapannya. Bila ini terjadi maka kita berpotensi menjadi orang-orang yang senantiasa melanggar tanda/ rambu-rambu itu tanpa kita menyadarinya. Dan jadilah kita orang-orang yang merugi.
--
--
Dalam upaya "mematuhi" rambu-rambu/ tanda-tanda Tuhan, sebagai orang yang beriman kita mesti berjalan pada rel/arah yang benar. Dengan berjalan pada rel/arah yang benar diharapkan nantinya kita dapat mencapai kebahagiaan yang hakiki baik di dunia ini maupun diakhirat kelak. Berjalan pada arah yang benar berarti kita harus senantiasa berpegang pada tujuan yang telah ditetapkan Tuhan, karena tanpa berpegang pada tujuan yang telah ditetapkan maka manusia pada hakekatnya berada pada arah yang salah. Tujuan yang dimaksud adalah mengabdi pada Tuhan dalam kehidupan ini.(QS 51: 56; 6: 162)
--
--
Namun demikian dalam mewujudkan tujuan tersebut, kita mengalami berbagai kendala dalam pencapaiannya. Hal ini disebabkan karena dalam diri kita ada 2 (dua) unsur yang saling tarik menarik, yaitu unsur tanah dan unsur ruh, yang dengan hal itu kita mempunyai 2 (dua) kecenderungan dalam diri kita, yaitu kecenderungan untuk menempuh jalan kefasikan dan kecenderungan menempuh jalan ketakwaan. Firman Alloh "Maka Alloh mengilham-kan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya" (QS 91:8)
--
--
Jalan kefasikan oleh manusia ditempuh karena ia lebih mementingkan dirinya atau menjadikan hawa nafsu sebagai motor penggerak kehidupannya. Sementara jalan ketakwaan yang ditempuh oleh manusia karena ia menjadikan wahyu sebagai motor penggerak dirinya dalam menjalani kehidupan ini.
--
--
Seseorang yang memilih jalan ketaqwaan, senantiasa memperhatikan setiap gejala/ tanda-tanda yang ada atau yang muncul dari dirinya dan disekelilingnya. Dengan kata lain ia tidak pernah lengah dalam meniti hari-harinya dalam kehidupan ini. Apapun yang dijumpainya, apapun yang dilihatnya, atau apapun yang menimpa dirinya akan senantiasa diambil hikmahnya.
Sementara bagi yang memilih jalan kefasikan, mereka tidak pernah mau memperhatikan tanda-tanda atau gejala-gejala baik yang ada pada dirinya maupun yang ada disekelilingnya. Bahkan mereka merasa bahwa apa yang dijalani selama ini merupakan sesuatu yang tidak melanggar aturan-aturan Tuhan. Seseorang yang mengabaikan tanda-tanda Tuhan akan menyebabkan terkuncinya hati dan fikiran mereka. Sehingga dengan kondisi tersebut mereka secara leluasa melakukan aktifitasnya tersebut tanpa rem dan tanpa aturan Tuhan.
--
--
Pada ayat di awal tulisan ini (QS 6: 44) terkesan bahwa Alloh membiarkan seseorang menikmati kesenangan-kesenangan semu bahkan terkesan pula bahwa Alloh malah memberi jalan kepadanya untuk mencicipi kesenangan semu itu. Atau dengan kata lain sepertinya Alloh membenarkan orang tersebut dalam menikmati kesenangan-kesenangannya. Padahal tidaklah demikian, dengan telah tertutupnya mata dan hati mereka dari peringatan/ tanda-tanda Tuhan menyebabkan mereka mengabaikan semua tanda-tanda Tuhan yang ada disekelilingnya, dan dengan pengabaian itu maka ia merasa bebas untuk melakukan apa saja yang sesuai dengan hawa nafsunya walaupun hal itu bertentangan dengan kehendak Alloh SWT. Seorang yang korupsi misalnya, sekali tidak ketahuan maka ia akan mencoba untuk mengulanginya kembali, sampai satu saat ketentuan Allohpun datang atasnya. Ataupun seorang yang mengabaikan fakir miskin yang ada disekelilingnya lambat laun harta kekayaannya akan digerogoti entah dari dalam dirinya/ keluarganya atau "kemarahan alam" atasnya. Seorang pemimpin yang aji mumpung, yang dalam kepemimpinannya berbuat seenaknya tanpa mengikuti aturan yang disepakati dan mengabaikan ummat (rakyat) yang dipimpinnya, lambat laun ia akan jatuh secara menyakitkan. Atau orang yang gemar dan rajin berzinah, sewaktu-waktu ketentuan Tuhan datang padanya, maka ia dihinggapi berbagai penyakit yang tak dapat disembuhkan dan menunggu ajalnya. Dan ketika kondisi tersebut terjadi, maka benarlah apa yang difirman kan-Nya ".... DAN KETIKA ITU MEREKA TERDIAM BERPUTUS ASA"
--
--
Cntoh-contoh pelanggaran dalam memperhatikan tanda-tanda Tuhan tersebut dianggap angin lalu oleh mereka-mereka yang gemar melanggar Tanda-tanda Tuhan. Mereka beranggapan bahwa orang-orang tersebut tidak menggunakan perhitungan yang matang ketika melanggar tanda-tanda tuhan. Maka dapat kita saksikan hari ini, semakin banyak orang-orang yang melanggar rambu/ tanda-tanda Tuhan.
--
--
Kita berharap semoga Alloh menjadikan kita orang-orang yang senantiasa memperhatikan tanda-tanda Tuhan.