Wednesday, March 29, 2006

B e r t e m a n


Oleh : Muhasuh

"Perumpamaan duduk (berteman) dengan orang baik-baik dibandingkan duduk (berteman) beserta orang jahat, seumpama pemilik kesturi dengan dapur tukang besi. Engkau tidak akan lepas dari pemilik kesturi. Adakalanya engkau membeli kesturi itu atau sekurang-kurangnya mencium-cium baunya. Sedangkan dapur tukang besi membakar tubuhmu atau sekurang-kurangnya engkau mencium bau busuk"
--------------------------------------------------------------------------------
Setiap orang pasti mempunyai tujuan dalam kehidupannya, baik tujuan sementara (dekat) maupun tujuan yang jauh (abadi). Keinginan setiap manusia adalah menuju pada kehidupan yang baik, entah itu di dunia atau diakhirat. Namun dalam menjalani kehidupan tersebut, manusia entah secara sengaja atau tidak memilih salah satu tujuan tersebut. Dalam menggapai tujuannya tersebut manusia cenderung berkoalisi (bergabung) dengan manusia yang ada disekitarnya yang menurut anggapannya dapat mendukung ke arah pencapaian tujuan. Berkoalisi bukanlah sesuatu yang baru bagi orang-orang yang beriman, sebab Al-Qur'an memang telah menggariskan agar manusia untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Yang nantinya diharapkan akan tumbuh dan berkembang keimanan dalam diri manusia.
Firman Alloh:
Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Alloh ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. (Qs 49:13)

Namun demikian karena Alloh sendiri telah menyatakan bahwa dalam diri manusia telah diberikan dua jalan, yaitu kefasikan dan ketakwaan, maka kitapun harus berhati-hati dalam merenda perkenalan tersebut. Sebab salah memilih akan berakibat penyesalan dalam diri, dan penyesalan umumnya datang diakhir ketidakbergunaan.
Firman Alloh:
Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain sambil bercakap cakap. Berkatalah salah seorang diantara mereka:" sesungguhnya aku dahulu (didunia) mempunyai seorang teman, yang berkata : "apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)?apakah bila kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?" berkata pulalah ia: "maukah kamu menjadi (temanku itu)?" Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu ditengah-tengah neraka menyala-nyala. Ia berkata (pula): "demi Alloh, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidaklah karena nikmat Tuhanku pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka). (QS Ash Shaffaat (37): 50 - 57)

Kalau kita sudah mengetahui dan memahami arah mana yang harus kita tuju, maka kitapun yakin kepada siapa kita harus berteman. Maka amat tepatlah bila Rasul Alloh menegaskan tentang berteman dengan kiasan penjual minyak kesturi dan dapur pandai besi. Kiasan ini mengisyaratkan kepada kita agar kita mencari teman yang tidak mencelakakan kita yaitu teman yang dapat mengangkat harkat dan derajat kita dihadapan Tuhan. Teman yang senantiasa menasehati dalam hal kebenaran dan keshabaran, bukannya yang selalu mengiyakan dan menutup-nutupi segala tindakan yang salah yang dilakukan temannya karena adanya kekhawatiran akan ketersinggungan, takut marah, dan faktor-faktor lainnya.
Seorang teman yang sesungguhnya adalah teman yang menyatakan noda di baju adalah noda, api adalah api. Dan teman yang sesungguhnya bukan hanya memberitahu tapi juga bersama-sama berusaha untuk saling bantu membantu/bahu membahu menghilangkan noda dan memadamkan api. Teman sejati adalah teman yang tidak membiarkan temannya berkutat seorang diri dalam menghadapi situasi yang sulit. Hal ini sesuai dengan firman Alloh:

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka ta'at kepada Alloh dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Alloh; sesungguhnya Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS At-Taubah (9) :71)
Dari kiasan hadits tersebut di atas, kita dapat memahami maksud yang hendak disampaikan yang pada intinya adalah harus adanya pemihakan pada satu point/sisi tertentu dalam mencari teman. Pemihakan ini bukanlah pemihakan yang berdasar atas materi namun pemihakan yang harus dilakukan adalah sejauhmana ia dapat memberi/mempengaruhi perjalanan hidup kita pada arah yang benar sehingga kita sampai pada tujuan yang kita harapkan.
Langkah awal yang harus kita lakukan adalah memahami apa tujuan yang hendak kita gapai dalam kehidupan ini, bila kita sudah mengetahui tujuan yang hendak kita gapai, maka kita dapat menentukan kepada siapa kita harus berpihak/ merenda pershahabatan dalam kehidupan ini. Tujuan keduniaan (dekat) berbeda dengan tujuan keakhiratan. Tujuan yang pertama (keduniaan) cenderung memuaskan segala keinginan kita atau memperturutkan hawa nafsu kita, karena untuk hal ini banyak kemudahan-kemudahannya, sementara tujuan kedua (keakhiratan) yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan sejati, penuh dengan rintangan-rintangan, karena menuntut kita untuk berfikir jernih dan kedepan dengan melakukan serangkaian pengorbanan-pengorbanan.
Nabi SAW bersabda: "Ingatlah bahwa surga itu dikelilingi oleh berbagai kesukaran, sedangkan neraka dikelilingi oleh hal-hal yang menarik. Ingatlah bahwa sesungguhnya jalan ke surga itu penuh rintangan dan liku-liku, sedangkan jalan ke neraka mudah dan rata".
Dalam Al-Qur'an Alloh-pun memberi pernyataan yang tegas akan pemihakan ini, seperti firman-Nya:

"Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia..." (QS Al- An am (6):70)

Pada ayat tersebut terlihat bahwa pemihakan harus dilakukan oleh seseorang dalam menjalin pershahabatan agar selamat dalam kehidupan dunia ini . Alloh dengan tegas memerintahkan kita untuk meninggalkan orang yang membuat kita celaka dihadapan Tuhan. Orang yang tidak menjadikan Tuhan sebagai tujuan, orang yang matanya hanya tertuju pada kehidupan dunia saja.
Kita tidak ingin orang yang kita jadikan teman membuat kita celaka. Kalaulah kita tidak mau untuk memilih dan memilah dalam berteman karena adanya perasaan -- tidak enak -- dan sejenisnya, ini hanya membuat kita menyesal di kemudian hari. Perasaan-perasaan itu akhirnya membuat kita tetap mempertahankan nilai pershahabatan yang tidak mampu mengubah warna kehidupan kita pada warna yang sejati. Akhirnya teman akrab di dunia menjadi musuh diakhirat kelak, dan keduanya menjadi orang yang merugi diakhirat. Firman Alloh:

"Teman-teman akrab pada hari itu sebagian mereka menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa" (QS Az-Zukhruf (43) :67)

Lebih jauh lagi Alloh berfirman:
"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang-orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata :'Aduhai kiranya (dahulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dahulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku), Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an sesudah Al-Qur'an itu datang kepadaku.Dan adalah syetan itu tidak mau menolong manusia'" (QS Al-Furqon (25): 27-29)

Tentu kita tidak mengharapkan hal seperti yang diungkap dalam ayat di atas terjadi pada diri kita. Kita ingin pershahabatan yang dijalin di dunia ini terus berlanjut pada kehidupan di akhirat kelak. Tentunya usaha ke arah pencapaian tersebut harus kita lakukan dengan sungguh-sungguh, pemilihan majelis-majelis pembicaraan harus seselektif mungkin kita lakukan. Majelis yang tidak mendukung ke arah itu harus kita tinggalkan atau bila kita mampu, kita warnai dengan warna Alloh.
Alloh berfirman:
"Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan itu), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)" (QS Al An am (6):68)

Semoga pershahabatan dan persaudaraan mampu memberikan aroma kesejatian dengan seizin dan atas keridhoan-Nya, serta rahmat-Nya. Amin!

Wednesday, March 08, 2006

Zakaria


Orang tua itu duduk tepekur sambil berzikir dan berdoa, sesekali fikirannya menghadirkan bayang-bayang kondisi masyarakat dimana ia tinggal lalu ia melihat ke dalam dirinya yang sudah tua renta. Masyarakat dimana ia tinggal butuh penuntun jalan, demikian fikirnya. Sementara dirinya seakan sudah tak kuasa lagi menjadi gembala bagi masyarakatnya.

Air mata mulai turun dari kelopak matanya, terus mengalir ke pipinya yang sudah keriput dan jatuh di sajadah. Peristiwa itu tidak terjadi hanya sekali saja, namun telah puluhan kali bahkan ratusan kali lelaki tua itu menjatuhkan air mata dari kelopak matanya. Ia tidak pernah putus asa. Ia masih menyimpan segenggam harapan yang tersisa.

Disaat berdoa, sesekali pandangannya tertuju pada istrinya yang sedang berbaring. Garis-garis ketuaan nampak pada sekujur wajah istrinya yang sudah mulai keriput. Dikenangnya kembali saat-saat mereka membina rumah tangga. Tak terasa puluhan tahun telah berjalan, namun masih saja ada yang terasa kurang dan mengganjal dalam kehidupan mereka. Buah hati perkawinan belum juga hadir bahkan menjelang usia mereka merambat pada penghujung ketidak-mungkinan mendapatkan buah hati tersebut.

Keinginan yang begitu kuat untuk mendapatkan buah hati makin kental saat ia menjadi pengasuh seorang bayi perempuan yang manis yaitu Maryam di rumah keluarga Imran. Keinginan ke arah mempunyai anak semakin menghinggapi dirinya. Keinginan yang wajar dari setiap insan atau bagi setiap rumah tangga. Apalagi keinginannya tersebut bukanlah keinginan pribadi, tapi lebih merupakan sebagai tanggungjawab moral, yaitu kekhawatiran akan kelanjutan misi Ilahi yang menyangkut kelangsungan masyarakat luas. Bayang-bayang diri dalam mengemban amanat Ilahi tergambar kembali. Hari-hari dalam hidupnya terisi penuh untuk menyeru masyarakatnya. Sekian hari, sekian bulan, sekian tahun menyeru, sedikit sekali yang mau menoleh pada petuah-petuah yang disampaikannya. Ia hela nafasnya, mencoba untuk tetap berkonsentrasi pada keinginan semula. Dia buang jauh-jauh prasangka buruk terhadap Tuhan, dan dia ingat dan kenang satu persatu nikmat-nikmat yang telah diberikan Tuhan padanya. Meski ia yakin takan sanggup untuk menghitung nikmat-nikmat yang telah di berikan. Ia hanya bisa mensyukuri semuanya itu, dan kembali tetes air mata jatuh dari matanya yang bening itu.
Malam ini seperti malam-malam yang lalu ia kembali memohon, bahkan kali ini ia lebih khusyu dari malam-malam sebelumnya. Suasana hening di luar rumah itu menambah kekhusyuan dalam dirinya. Bulan perlahan namun pasti terus merambah menuju tempat peristirahatannya. Lelaki tua itu terus bermohon dan bermohon, dengan suara agak tersendat karena dibarengi dengan tangis, meluncurlah untaian kata dari bibirnya yang keriput itu. "Ya Tuhan-ku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo’a kepada Engkau, ya Tuhan-ku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia ya Tuhanku seorang yang diridhoi. ". Lega rasanya telah menumpahkan segala yang menjadi harapan dan cita-citanya yang mengganjal dalam dirinya di hadapan Tuhan Yang Maha Teduh. Segala keputusan apapun nantinya akan diterimanya dengan lapang dada. Lelaki tua itu menyadari bahwa Tuhan memiliki hak untuk berbuat apa saja sekalipun harus menolak keinginan dari hamba yang amat mencintai-Nya.

Pasrah. Itulah tindakan yang tepat yang harus dilakukan setelah semua prosedur ia jalani dengan keshabaran. Ia sadar bahwa dirinya tidak mengetahui pengetahuan masa depan. Bisa saja keinginannya yang dipandang baik ternyata berakibat buruk dikemudian hari atau sebaliknya. Tapi iapun sadar dan mengerti bahwa seseorang yang merasa cukup, tidak perlu bantuan Alloh adalah orang yang sombong.

Untuk itu ia mempunyai keyakinan bahwa do'a orang yang senantiasa menjalani perintah-Nya dan menjalankannya dengan ketabahan dan keshabaran akan didengar dan dikabulkan-Nya. Firman Alloh : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo'a apabila ia berdo'a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS 2:186)

Demikianlah, keshabaran dalam menjalankan perintah Alloh, tidak pernah mengeluh akan ujian yang menimpanya serta berkeinginan demi keselamatan ummat manusia menyebabkan do'anya didengar oleh Alloh. Apalagi Tuhan tidak pernah akan membiarkan manusia hidup tanpa petunjuk jalan. Maka kabar gembirapun diterima oleh Zakaria, dengan firman-Nya: "Hai Zakaria, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia" (QS 19:7)

Mendengar kabar dari langit yang mengabulkan permohonannya, betapa gembiranya Zakaria. Namun dibalik kegembiraan tersebut timbul kebingungan sesaat dalam dirinya. Bagaimana caranya? Atau apa tandatandanya? Maka beliau memberanikan diri untuk bertanya, "Ya Tuhanku, bagaimana mungkin akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua" (QS 19:8). Lalu Alloh berfirman: "Demikianlah", Tuhan berfirman: " Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (diwaktu itu) belum ada sama sekali". (QS19:9). Mengertilah Zakaria.--Seakan-akan ia baru pertama kali memahami hakekat penciptaan dan kehendak Alloh. Mungkin karena perasaan gembira yang amat sangat sehingga beliau lupa terhadap kekuasaan Alloh sebagaimana lupanya Umar bin Khatab disaat kematian Rasululloh SAW karena kesedihan yang amat sangat--.
Untuk lebih memantapkan hatinya beliau memohon agar ditunjuki tanda-tanda itu. Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda", Tuhan berfirman: "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat". Bergegas ia menghampiri istrinya dan mengabarkan tentang berita langit tersebut. Sang istri dengan perasaan tak menentu mencoba tersenyum gembira, namun kemudian ia sedikit ragu. Benarkah berita ini? Bagaimana mungkin dirinya yang sudah tua dan mandul akan beroleh seorang anak? Ia tertegun sejenak, dipandangi wajah suaminya yang penuh dengan kerut-kerut ketuaan untuk mencari jawaban. Barangkali suaminya mencoba menghibur dirinya atau barang kali sedang bercanda? Hanya mata jernih yang penuh kesungguhan dan senyum kepastian yang ia dapatkan dari wajah suaminya. Dia mencoba memutar ulang perilaku suaminya. Ia dapati suaminya adalah seorang yang jujur, tabah, tawakal dan senantiasa mementingkan perintah-perintah Alloh. Akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya kepada suaminya. Bagaimana mungkin aku akan melahirkan anak padahal aku sudah tua dan mandul pula, katanya. Zakaria dengan tenang dan penuh simpatik berkata, bagi Alloh sesuatu itu tidak ada yang mustahil, Dia Maha Berkehendak.... Belum sempat Zakaria menyelesaikan kata-katanya Istrinya telah menyungkur sujud dan menangis. Berita gembira yang diterimanya membuat ia sedikit tak percaya. Namun dengan jawaban suaminya ia tersadar bahwa Alloh memang Maha Berkehendak. Dia peluk suaminya dan mereka sama-sama bersujud dihadapan Tuhan Yang Maha Teduh.

Itulah sekelumit kisah seorang anak manusia yang mengharapkan sesuatu yang menurut ukuran manusia adalah mustahil, tapi dengan keyakinan yang tinggi bahwa Alloh Maha Berkehendak, maka ia tak berputus asa dari kemustahilan menurut ukuran manusia itu. Ia coba menjalani semuanya dengan Doa dan Usaha. Bagaimana dengan kita?